Friday, October 31, 2008

Yes, We all are Rich

Jawab saja dengan jujur: berapa uang yang ada di dompet Anda sekarang? Tak usah dihitung. Karena saya yakin, Anda pasti sudah hafal berapa lembar rupiah berjejalan di dompet Anda tersebut.

Dan apabila memang karena alasan gaya hidup, gengsi, atau akibat gelindingan modernisasi, Anda mengepak uang Anda dalam barak-barak lemari besi Bank: berapa rupiah angka yang tercetak dalam saldo terakhir buku tabungan Anda sekarang?

1 juta…
3 juta…
50 juta…
Sekian juta…

Atau, mungkin, karena alasan tertentu, kemarin, atau beberapa hari yang lalu, atau beberapa bulan yang lalu, Anda harus berjalan tertunduk ke bank, terhuyung-huyung menuju meja formulir, dan dengan harga diri terhempas, menyodorkan formulir penarikan kepada mbak teller ayu yang terus tersenyum kepada Anda?
Hingga sekarang, dengan gerombongan batu yang mengganjal di hati, Anda akan tersenyum getir ketika musti menjawab pertanyaan tadi? Karena Anda mengetahui bahwa jawaban dari pertanyaan jumlah uang di saldo rekening Anda tadi adalah:

100 ribu..
Atau mungkin sekian rupiah lebih tinggi lagi…

Pertanyaan sekarang: kaya atau miskinkah Anda?

Begitu banyak dari kita menyerahkan otoritas klaim daftar kekayaan hanya kepada benda tipis bersegi, dengan cetakan warna-warni sesuai selera bank tempat menyimpan, yang bertuliskan: buku tabungan. Dan masih, begitu banyak juga dari kita, menyerahkan persoalan tentram tidaknya batin kita, terang redupnya nyala jiwa kita, bahagia tidaknya hari-hari kita, berdasarkan hitung-hitungan besar digit dalam tumpukan lembaran kertas-kertas tersebut.

Apakah jumlah saldo buku tabungan menunjukkan jumlah kekayaan kita? Dan apakah jumlah nominal kekayaan kita berhak mendefinisikan arti bahagia kita? Apakah jumlah lembar uang di dompet dan di brankas bank berhak menjelma menjadi malaikat penjaga surga bahagia kita?

Kawan, sadarilah, bahwa sejatinya, tidak ada manusia yang berada dalam kondisi mengenaskan, lalu menggelepar-gelar menuntut belas kasihan, hanya karena tidak dia temukan lembaran uang dalam dompet ataupun rekeningnya.

Tuhan menganugerahi kita dengan semesta alam dan kelengkapan jasmani. Sadarilah, itulah sebenarnya hakikat kekayaan kita. Dengan alam yang terus berhembus, air yang setia bergulir, raga yang sehat, jiwa yang kuat, kita sesungguhnya adalah saudagar-saudagar kaya raya di atas bumi ini.

Apabila Anda tidak percaya, esok pagi, pergilah ke rumah sakit terdekat. Tanyakan kepada dokter, berapa uang yang musti Anda bayar untuk obat sebuah mata perih karena kelilipan, berapa uang musti Anda keluarkan untuk menyamarkan satu kerutan yang mulai merambati wajah Anda, berapa dana musti Anda ambil untuk menyatukan tulang Anda yang terberai karena patah, atau berapa biaya musti disetorkan untuk melenyapkan bercak putih bernama panu dalam kulit mulus Anda.

Ambil catatan, dan setialah untuk mencatat, berapa tabungan yang musti Anda habiskan, berapa utangan yang musti Anda upayakan, untuk memperbaiki tiap luka kecil, cacat yang datang, penyakit yang mampir, dan kerusakan-kerusakan yang mungkin datang menyergap Anda. Catatlah dengan teliti, tanyakan kepada dokter, tiap potensi penyakit, kerusakan, cacat, yang mungkin hinggap dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dan catat dengan saksama, berapa hitung-hitungan biaya untuk mengobati setiap penyakit yang berpotensi mampir di setiap jengkal tubuh Anda tersebut?

Catatlah dengan teliti. Dan hitunglah, berapa sesungguhnya jumlah kekayaan yang Anda miliki sebagai akibat kesehatan masih bersama Anda saat ini.

Ketika Anda sedang dijauhi oleh rupiah, ketika tak ada lagi yang Anda temukan di dompet dan buku tabungan Anda, tidak serta merta Anda menjadi pribadi yang miskin. Sadarilah dengan penuh kebesaran, bahwa Anda adalah pribadi yang kaya. Pribadi kaya yang sepantasnya penuh dengan limpahan rasa bersyukur. Karena kekayaan ini, harta tidak ternilai ini, hanya bisa kita lihat dengan kejernihan hati dan jiwa.

Anda mempunyai 10 ribu di dompet. 500 ribu di brankas bank. Bersyukurlah. Dan dengan syukur itu Tuhan juga akan tersenyum kepada Anda.

Anda mempunyai 2 juta tunai di dompet. 30 juta di brankas bank. Tapi sifat Anda penuh dengan ketamakan. Anda tetap tidak merasa cukup. Anda jauh dari sangkaan kaya. Esok hari, terbangun dari tidur, terbutakan oleh nafsu, Anda mengayuhkan kaki menuju tempat kerja. Setan menggelinding bersama Anda. Menubrukkan benda keras ke arah Anda. Meninggalkan Anda terkapar dengan hanya 2 serpih tulang terberai dari tempatnya.

Cerita selanjutnya adalah: sebuah kuitansi rumah sakit dengan deret huruf dan angka yang berujung pada sebuah larik singkat di ujung bawah bertuliskan: total pembiayaan adalah 33 juta.

Anda terbangun di pagi hari. Dompet Anda masih gemuk. Rekening Anda masih menggelembung. Dan masih di hari yang sama, Anda terbangun kembali dari ketidaksadaran Anda, menemukan sebuah senyum kecut menggetirkan bibir Anda: dompet Anda melompong, rekening Anda tidak lagi menyisakan apa-apa.

Dan, ingat saja, baru 2 tulang dari 1 kaki yang terberai dari tempatnya. Bagaimana kalau 2 kaki? Bagaimana kalau tiap inchi tulang di kaki patah? Bagaimana kalau juga tangan yang patah? Bagaimana juga kalau tidak hanya patah tetapi juga jenis kerusakan tubuh dan organ lain?

Apa yang Anda miliki sekarang, sesungguhnya, tidak menunjukkan seberapa kaya dan bahagia Anda. Karena kekayaan itu, sejatinya, sudah Anda miliki bahkan andai Anda tidak memiliki apa-apa dalam dompet dan rekening Anda.

Tuhan maha pemurah dengan segala karunia dan kebesaran-Nya.

Wednesday, October 29, 2008

My Sassy Girl

Lihatlah dia. Cantik. Pintar. Seksi. Dan terlebih lagi, benar-benar gila.

Di sebuah stasiun kereta, di atas rel dengan kereta yang beberapa detik lagi berlalu, dia menggelantungkan tubuh manisnya tanpa rasa peduli. Slayer yang menghangati lehernya terburai menjuntai ditiup angin stasiun. Ceria sekali wajahnya. Perhatikan juga betapa teduh dan manis senyum bibirnya. Ia sama sekali tidak peduli dengan sekelilingnya. Bahkan ia tidak peduli dengan nyawanya. Ia terus saja melambaikan tubuhnya. Menaiki tangga yang membujur memisahkan rel kereta dengan tempat tunggu penumpang. Sesekali tawa riangnya berderai keluar. Dan ketika ia cukup lelah, dengan jenaka, ia menekuk wajahnya. Menyandarkan tubuhnya di atas tiang yang mematoki tangga panjang itu. Ia sama sekali tidak peduli. Meski sebentar lagi kereta akan melaju datang.

Atau perhatikan, ketika ia dengan tanpa rasa dosa mengacaukan ruang kelas itu. Kepada dosen yang mengajar, dengan seenaknya ia berbincang bahwa ia hamil. Meski wajah manisnya tak sepenuhnya bisa menutupi rasa serius ketika ia berbohong, tapi sang dosen berhasil ia yakinkan. Dan lelaki itu, yang memang tidak pernah tidur dengannya, apalagi menghamilinya, berhasil ia ajak kabur dari kelas hanya untuk menemani ia berjalan-jalan.

Dan demikianlah. Kegilaan demi kegilaan terus ia letupkan mengiringi derai tawa lepasnya. Dan terlebih, dan sebenarnya inilah yang sesungguhnya, untuk menghidupkan orang-orang di sekelilingnya.

Kawan, aku pernah mengenal jenis perempuan seperti ini. Dan percayalah, ia memang diciptakan Tuhan untuk sesuatu yang special. Keceriannya seperti kembang-kembang api yang ditembakkan ke atas langit. Berpedar merobek keheningan. Menebarkan berjuta warna menyinari dan mewarnai dunia yang telah kehilangan rasa. Rasa tidak pedulinya bertengger angkuh seperti puncak himalaya yang tidak tersentuh oleh sembarang orang. Spontaniasnya seringkali meletup seperti meriam yang segera menghancurkan kerak-kerak rutinitas yang membekukan jiwa manusia. Tindakannya sering tidak bisa diterka. Tapi percayalah, penuh dengan pesona yang segera membius mereka menjadi seperti kerbau yang dipacung mengikuti segala polah tuannya.

Aku curiga, sepertinya Tuhan memang menginginkan dunia tampil dengan segala spontanitas dan kegilaannya. Tahukah kawan, pribadi-pribadi seperti ini biasanya dikarunia pesona kecantikan yang nyaris sempurna. Berpedar meremukkan. Anggun mempesona seperti bolam lampu yang dikelilingi oleh berjuta laron.

Dan seperti Jesse Braddord yang tertawan oleh kegilaan Elisha Cutbert, demikianlah aku pernah melewatkan hariku. Bersama mereka, tiap hari seperti perjalanan berliku mendaki lembah dan kemudian terjun bebas menyelam ke dasar lautan Hindia Belanda. Ketika tubuh masih menggigil digigit suhu minus kutub utara, dengan tanpa rasa kasihan, kegilaan dia telah melontarkan tubuh untuk secara drastis gosong terpanggang suhu 39 derajat cuaca di kota kecil di ujung utara pulau Jawa bernama Demak.

Anda yang menginginkan kehidupan, carilah perempuan seperti ini. Bila anda tidak cukup beruntung seperti saya yang pernah mendapatkannya, resapilah potret dirinya dalam ‘My Sassy Girl’. Tapi apabila anda telah mendapatkan separoh jiwa anda saat ini, atau bahasa terjemahannya: anda sudah berpacaran, dan anda tetap nekad nonton ‘My Sassy Girl’, jangan salahkan saya bila kalimat ini juga menghantui hari-hari anda: Betapa membosankannya pacar saya.

Selamat menonton. Selamat berjuang mendapatkan ‘Sassy Girl Anda’. Dan apabila anda mau mencoba, selesaikan dulu pacar anda.

Paradoks Seorang Puteri

Wajahnya begitu sumringah. Ketika namanya selesai disebut, dengan langkah gemulai, hasil latihan selama mengikuti kontes, ia melangkah masuk ke studio. Tinggi. Langsing. Dan tentu aja, cantik. Maklum saja, ia adalah Puteri Indonesia 2007. Mau tahu namanya? Puteri Raemawasti. Luar biasa. Waktu belum resmi menjadi puteri Indonesia, dia sudah menjadi seorang puteri. Mungkin, hanya rekaan sih, ketika ibunya hamil, ia berdoa agar anaknya menjadi seorang puteri. Dan doa yang disimpan oleh langit itu, akhirnya menjadi kenyataan ketika putrinya benar-benar menjadi seorang Puteri.

Malam itu, dengan host idola saya, Tukul Arwana, sang puteri berbicara mengenai sumpah pemuda. Betapa mempesona. Dengan anting menjurai menjamah pundak, kalung yang menjerat leher membungkuk menapaki dada, ia menggerakkan bibir merah polesan lipstik merapalkan sejarah dan harapan sumpah pemuda. Kalimatnya lancar mengalir. Nafasnya teratur. Meski sesekali tersengal. Sumpah pemuda yang ketika dibangku sekolah hanya lembar-lembar kertas membosankan, menjadi demikian indah ketika dilantunkan oleh seorang puteri Indonesia.

Tapi, rupanya, malam itu, sang puteri tidak hanya menghadirkan keindahan. Ada paradoks yang sangat merusak pemandangan indah itu. Seorang puteri, seperti halnya manusia lain, rupanya tidak bisa lepas dari penyakit kronis krisis identitas kebangsaan. Tutur katanya yang rapi ketika mengeja arti sumpah pemuda, wajahnya yang semakin berkilau mempesona ketika berbincang mengenai romantisme persatuan dan kesatuan, mendadak hanya menghadirkan ngilu ketika ia melontarkan kalimat di bawah ini:

… banyak pemuda Indonesia yang ter-influenze oleh budaya asing yang bisa merusak generasi muda…


Lihat pilihan kata yang digunakan: influenze. Bahasa Inggris, bahasa Internasional. Luar biasa. Sungguh terdengar cerdas. Berpendidikan. Tidak sembarang orang bisa berbincang dengan bahasa dari negaranya David Beckham ini.

Puteri, malam itu, kamu membuat aku tercengang. Kagum. Dan mengutuk menggerutu: kenapa paradoks ini harus lahir dari seorang puteri, representasi agung bangsa yang mewakili jutaan identitas, harapan, semangat, impian rakyat Indonesia. Pribadi yang dipundaknya, pernah tersampir identitas agung bangsa Indonesia, yang pernah di suatu kesempatan, seluruh diri bangsa, terwakili dalam jenjang langkahnya ketika mengikuti sebuah kontes kecantikan berlabel miss-missan.

Sungguh terkesan intelek, cerdas, ketika kamu selipkan kata influenze dalam deret kalimat yang kamu gunakan. Tapi, yang membuat aku bingung, kenapa musti harus memilih kalimat itu? Terlebih, malam itu, dengan segala keanggunanmu, dengan segala representasimu, dikau sedang kami percaya untuk berbicang mengenai identitas bangsa, tentang kebanggaan kami sebagai bangsa Indonesia, dengan Sabang Meraukenya, dengan bahasa Indonesianya, dengan budaya adi luhungnya. Tapi, kenapa kamu hancurkan hati kami hanya dengan beberapa kali menaruh kata-kata intelek itu diantara kata-kata Indonesia kebanggaan kita? Puteri, kenapa engkau khianati kepercayaan kami?

Kembalilah, Puteri. Berlarilah kembali kepada kami. Hati kami menjadi miris ketika engkau malah mengkhianati kami. Kami begitu bangsa dengan kecantikan kamu. Dengan keanggunan kamu yang meremas hati. Dan meski sebentar saja, meski hanya malam ini, pesonakanlah kami dengan keanggunan dan kebanggaan sejati kamu sebagai puteri negeri ini: Puteri Indonesia 2007.

Monday, October 20, 2008

Suatu Pagi

Aku terbangun di suatu pagi. Duduk di tepian ranjang. Lalu mengunyah makanan. Aku tidak mandi. Hanya berganti pakaian.

Aku terbangun di suatu pagi. Mengunyah makanan di tepi ranjang. Aku tetap tidak mandi. tidak juga berganti pakaian. Aku hanya meminta jendela dibuka. Aku ingin merasakan udara hari ini.

Aku terbangun di pagi hari. Aku berganti pakaian. Aku tidak makan. Hanya meminum segelas air. Aku ingin ke kamar mandi hari ini. Ingin menggosok gigi. Ketika aku menoleh: kenapa kamar mandi terasa jauh sekali.

Aku kembali terbangun di pagi hari. Aku menyalakan televise. Aku ingin mendengarkan suara bernyanyi. Tanganku menggapai tepian ranjang. Tidak aku temukan makanan. Aku mendongak ke meja di sudut ruangan. Tada ada sesuatu di sana. Aku amati sekeliling. Nenek masih tidur di sana.

Aku terbangun di pagi hari. Di tepi ranjang aku temukan sekotak lontong opor. Adikku yang bawa. Aku ingin mandi hari ini. Hingga akhirnya tangan-tangan lentik itu menggapaiku. Menyapukan percik air ke seluruh tubuhku. Mereka menawari menggosok gigi. Aku hanya tersenyum. Biar nanti aku sendiri yang menggosok gigi.

Aku terbangun di pagi hari. Kepalaku terasa berat. Pening. Ketika hari beranjak siang, kakakku membawa gunting. Aku potong rambut hari ini.

Aku terbangun di pagi hari. Tanganku menggapai mencari makanan. Aku seperti melihat bayang seseorang. Lamat. Hingga makin lama makin pekat. Ini aku, terdengar sebuah suara. Aku hanya mendongak. Aku tersenyum. Meski aku tak tahu pemilik bayang itu.

Aku terbangun di pagi hari. Aku menggapai. Tapi tak kutemukan makanan. Pekat masih terasa merambat. Aku merasakan sesuatu menusuk tulang belakangku. Pandanganku mengabur. Tubuhku mengambang. Ringan. Aku mendengar suara bergemuruh. Mendesis. Saling bersahutan berkejaran. Tubuhku terasa makin ringan. Dan sangat ringan.

Aku terbangun di pagi hari. Aku ingin jalan-jalan. Aku ingin melihat cahaya siang. Aku bergerak. Tetapi mengapa semua diam? Aku terus bergerak. Tapi kenapa semua tetap diam? Aku mendengar isak tangis. Tapi aku tetap terus bergerak. Aku ingin melihat cahaya siang. Tapi, kenapa semua tetap pada diam?

Aku terbangun di pagi hari. Aku mencari nenek. Tapi tidak kutemukan. Aku merasa lapar.

Aku terbangun di pagi hari. Aku menggapai. Aku tidak lapar. Tapi aku tetap menggapai. Aku ambil tongkatku. Aku ingin jalan-jalan.

Aku terbangun di pagi hari. Di mana handphoneku. Aku ingin berkirim kabar. Lalu aku menggapai mencari makan. Aku melihat seseorang mendekat. Hangat mulai merembesi kakiku. Tangannya bergerak cepat mencerabuti balut-balut putih di kakiku. Aku melihat dia tersenyum. Lalu sebelum dia berbalik menghilang, aku mendengar: sampai jumpa 3 hari lagi.

Aku terbangun di pagi hari. Entah di pagi yang keberapa.
Aku terbangun di pagi hari. Aku menyandarkan kepala. Aku ingin kehidupanku yang dulu kembali.

Family

This is my beloved family..

The small heaven on the earth..

Thursday, October 16, 2008

Originil Sin

Wanita : aku ingin pisah saja
Pria : kenapa..
Wanita : aku telah mencium dia
Pria : bukankah itu ciuman yang tidak kamu sengaja?
Wanita : tapi itu tetep ciuman
Pria : lalu kenapa?
Lupakan saja. Aku tetep sayang kamu
Wanita : tapi aku telah mengkhianati kamu
Pria : come on.. don’t be such dramatic
Semua orang bisa buat kesalahan
Wanita : itu bukan jadi pembenaran
Pria : lalu apa mau kamu?
Wanita : kita pisah saja
Pria : hanya gara-gara sebuah ciuman?
Wanita : iya
Pria : tapi bukankah dia yang menjebak kamu.
Mengajak kamu berkendara di belantara hujan.
Lalu pura-pura terdampar di suatu tempat. Hingga terjadilah ciuman itu.
Wanita : tapi aku tidak menolak ciuman dia
Pria : itu karena kamu terbawa suasana
Wanita : lalu? Karena itu tindakanku menjadi benar?
Pria : aku memaafkan kamu.
Wanita : tapi aku tidak memaafkan diriku.
Pria : lalu kamu mau kita pisah?
Wanita : iya
Pria : kenapa
Wanita : agar aku tidak terus merasa dikejar dosa
Pria : aku bilang aku memaafkan kamu
Wanita : aku bilang aku tidak bisa memaafkan diriku.
Aku seperti seorang pendosa.
Kamu tidak tahu betapa aku merasa sangat hina saat ini.
Tiap kali mendengar suara kamu, dosa itu menggulung.
Melemparkan aku dalam pekat rasa bersalah.
Pria : (tidak bicara. Hanya diam)
Wanita : aku tidak pantas bersandingkan kamu.
Kamu terlalu baik. Terlalu lurus. Terlalu berharga untuk disakiti.
Pria : apa aku harus menjadi syetan agar terus bisa bersama kamu?
Wanita : (mendelik. Mata perlahan mulai sayu)
Tetaplah jadi pria yang baik.
Pria : buat apa jadi pria baik bila hanya untuk kehilangan kamu?
Wanita : bukan itu maksudku?
Pria : lalu bagaimana?
Wanita : aku bahagia dengan diri kamu sekarang. Kamu sudah sempurna bagiku.
Pria : tapi kenapa kamu ingin pisah dari aku?
Wanita : karena aku seorang pendosa.
Karena pendosa tidak pantas mendapat lelaki baik seperti kamu.
Pria : aku tidak berkeberatan jadi iblis agar terus bersama kamu?
Wanita : tidak. Tetaplah jadi diri kamu.
Pria : (sesaat diam)
Kamu membunuhku
Wanita : tidak. Aku melepaskan kamu.
Aku merasa tidak pantas mendapatkan kamu.
Kamu berhak mendapat yang lebih baik.
Percayalah, ini untuk kebaikan kamu.
Pria : kebaikan aku?
Wanita : iya
Pria : kamu pikir, kehilangan orang yang demikian kamu sayangi,
adalah sebuah kebaikan?
Kamu pikir, kehilangan apa yang membuat hidup ini terasa penuh,
adalah sebuah berkah?
Hoho.. come on.. tunjukkan padaku dimana letak kebaikannya?
Wanita : percayalah. Bila terus bersamaku kamu akan menderita.
Pria : siapa peduli. Yang penting aku bahagia sekarang.
Wanita : (setengah menjerit)
Tidakkah kamu dengar bahwa aku mencium dia?
Pria : lalu?
Wanita : aku wanita murahan. Aku tidak pantas buat kamu.
Pria : aku mengenal kamu lebih baik dari ayah kamu mengenal kamu.
Wanita : (kali ini setengah menangis)
Kamu pikir aku juga mau kehilangan kamu?
Pria : lalu kenapa kamu meminta berpisah?
Wanita : untuk kebaikan kamu
Pria : aku tidak melihat ada kebaikan dalam keputusan kamu
Wanita : sudahlah.
(bagian ini, biasanya, adalah dimana tangan dia bererak membelai rambutku)
Percayalah, ini demi kebaikan kamu.
Kamu hanya akan menderita bila terus bersamaku.
Pria : (diam)
Wanita : aku akan mulai melepaskan tangan kamu.
Berjanjilah, untuk juga melepaskan tanganku.
Pria : (masih diam)

Lalu mereka pun berpisah.

Bagian yang tidak diceritakan adalah, beberapa hari sebelum percakapan mereka di telepon malam itu, si pria berkunjung ke rumah seorang wanita. Seorang wanita lain. Keesokan harinya, sang pria mencium wanita itu. Ciuman singkat yang kemudian menjadi sebuah ciuman panjang. Dan kemudian terus berulang: Di rumah, di mobil, di jalan.

Pertanyaannya kemudian adalah: Apakah pengakuan dosa hanya milik perempuan?

Wednesday, October 15, 2008

LOENPIA: everywhere, everytime, stay connected.




Di balik temaram bilik warnet

Malam sedang mengenakan jas terbaiknya. Langit yang menyisakan sedikit semburat senja merah. Udara yang mulai menanggungkan dingin menyergap. Dan keheningan yang perlahan mulai diam memanjang.
Cukup lama dia terdiam di bilik warnet itu. Dingin yang menyembur dari AC yang menggantung, membuatnya menaikkan kerah baju. Andai saja waktu itu ia bawa sarong, pastilah ia sudah bergulung mencari kehangatan.
Detik terus merangkak menjadi menit. Tumpukan malam yang terlihat dari balik jendela semakin pekat. Ia masih saja terdiam di balik bilik warnet itu. Malam semakin terjebak dalam lorong keheningan yang panjang.
Perlahan, ia mulai bergerak. Nampak sebuah hela nafas panjang ia hembuskan. Kesedihan nampak jelas berlompatan dari balik tatap matanya. Raut wajah yang hampa mengabarkan duka mendalam sedang menyergap jiwa pemiliknya. Duka macam apa yang sedang engkau tanggungkan teman? Hingga keruh jiwa kamu sanggup mengubah aroma malam menjadi demikian pahit menggetirkan.
Akhirnya, ia mulai berhubungan dengan layar di depannya. Tangan menjulur menggapai tuts. Matanya nanar menelisik kata demi kata yang menghajar layer putih monitor. Getir di wajahnya perlahan tergerus seiring makin cepatnya tangan itu menyentuh deret tuts di depannya. Binar mata yang mulai bersinar. Kehidupan yang mulai berhembus kembali. Dan sebentuk asa yang kembali bersemai di tandus jiwa yang sedang menanggungkan lara itu.

To : semarangan@yahoogroups.com
Subject : [curhat] ketika hati sedang menanggungkan lara

Tak seorangpun ingin mengalami patah hati. Tak seorangpun juga bisa menghindar dari bencana patah hati.
Berkali-kali aku nembak dia. Berkali-kali itu juga dia tidak mati-mati. Dia tetep saja hidup. Bukan hidup untuk menyambutku. Membalas hangat cintaku. Tapi hidup untuk menolakku. Untuk mengabarkan bahwa tidak sedikitpun jiwanya merindukan aku.
Teman, doakan semoga aku tegar. Doakan juga semoga masih ada cadangan senjata untuk pertempuran berikutnya. Bukan untuk dia kok. Untuk wanita beruntung yang menunggu di tikungan jalan berikutnya.
Wish me luck, guys..


Beberapa lama terdiam. Menimbang sesuatu. Akhirnya ia pun menekan tombol itu. Send.


3 menit…
5 menit…

Dit..dit.. conversation update

Subject : RE:[curhat] ketika hati sedang menanggungkan lara
From : kucing mesum@gmail.com

Patah hati yo..? halah. Tenang wae. Patah hati kuwi tidak separah kalo kita ora iso bayar utang. Jadi… bersemangat bung. Kita selalu ada di belakang anda. Siapkan senjata. Mari berangkat tempur lagi.

5 menit 45 detik

From : kadalnesu@gmail.com
Subject : RE:[curhat] ketika hati sedang menanggungkan lara

Weleh-weleh…
PATAH HATI


7 menit

Subject : RE:[curhat] ketika hati sedang menanggungkan lara
From : kupugenit@gmail.com

Yang sabar ya mas. Hidup memang begitu. Cinta juga begitu. Wanita juga terkadang begitu. Tapi tidak semua wanita kebal terhadap senjata kok mas. Apalagi senjata yang mas tembakkan. Mas cuman perlu nemuin wanita yang tepat. Dan tanpa perlu ditembak, dia pasti sudah menyerahkan diri sendiri. Surrender gitchu..


Masih terdiam di kursi yang sama. Ia hanya bisa membiarkan matanya nanar melewati kata-kata demi kata yang semakin lama semakin kencang datang menghampirinya. Dunia yang semula sepi, mendandak menjadi riuh. hati yang tadinya tiarap dalam lara, perlahan mulai berdenyut.

Dalam kesadaran yang mulai mengumpul, bibir itu bergerak dengan pelan. Nyaris tanpa kata. Thank u, fren.


Di kursi tunggu stasiun kereta keberangkatan

Lihat siapa yang aku temukan di sini. Gotcha. Nina. Tampang manisnya tetap saja menempel di tubuhnya. Meski stasiun sedang panas. Meski berhimpitan dengan tampang-tampang kumal-kekar-penuh-dengan-jinjingan.
Sepertinya ia sedang menunggu seseorang. It could be Dudi, his boy. Or it could be someone else. hehe.. sori yo Dud. Bibir mungilnya sesekali nampak dimajukan. Persis seperti adik kecilku ketika kelamaan menunggu janji dibelikan boneka baru.
Menunggu bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Meski, kalimat ini aku dapat dari blog Susan, kita bisa membunuh waktu ketika menunggu. Dan siang itu, God bless u, Nina menemukan caranya sendiri untuk membunuh waktu. Sesaat setelah celingukan, gak jelas apa yang dicari, ditariknya benda berbalut beludru pink dari saku jaketnya. Dan, here it is, handphone kesayangan dia.

To : semarangan@yahoogroups.com
From : nina@gmail.com
Subject : [absent] Lagi bengong aja..

… hy guys… sekedar lapor. Sedang di tawang nunggu pacar pulang. Di sebelah ada cowok kekar, tapi aku takut. Jadi cuman lihat doank.


On the phone..

Tuhan mencipta hanya 1 dunia. Tapi manusia, dengan kompleksitas masalah dan kepentingannya, mengkapling dunia tersebut menjadi petak-petak area ruang pribadi mereka.

Dan alangkah nikmatnya, ketika kita telah menemukan petak dunia tempat pribadi bagi diri kita. Dan orang-orang yang termasuk satu selera dengan kita.

Simak obrolan berikut ini.

Perempuan 1 : dengar gak mbakyu? (suaranya terdengar tergopoh)
Perempuan 2 : dengar apa?
Perempuan 1 : Christina mau kawin lagi?
Perempuan 2 : hah? (nada dibuat terkejut)
Perempuan 1 : ia loh
Perempuan 2 : aku kok baru tau ya


Ups.. sori.. bukan jenis percakapan macam ini yang saya maksudkan.

Perempuan 1 : mbak, ada salon baru loh..
Perempuan 2 : wah, asyik tuh. Kebetulan dah lama aku tidak luluran.
Perempuan 1 : udah gitu, harganya agak miring lagi (maklum, doski masih mahasiswi)
Perempuan 2 : halah. Miring sih gak penting. (kelihatan, kalo doi adalah wanita karir)
Perempuan 1 : jadi nih, kita nyamperin tuh salon.
Perempuan 2 : atur aja jadualnya (tuh kan, lagak bossy kental banget)
Perempuan 1 : kalo gitu aku telp si mina ya?
Perempuan 2 : sekalian aja si desi, siska, mini, dan Karen?
Perempuan 1 : ntar marni dan mona ngambek gak diajakin?
Perempuan 2 : kalo gitu rame-rame aja. Ajak ayu, yuli, mince, dono (kok, kan nama cowok? Bodo ah), parmin (nah? Cewek pa cowok nih), siska.
Perempuan 1 : waduh…. Stop mbak… (terdengar histeris)
Perempuan 2 : napa non?
Perempuan 1 : tega sekali mbak nih. Bisa jebol pulsaku.
Perempuan 2 : waduh, pake milis dunk jenk. (terdengar suara gesekan. Mungkin bunyi dada yang sedang dielus)
Perempuan 1 : hehe.. iya dink.

Couple minutes..

To : semarangan@yahoogroups.com
From : cewekkenes@ayumail.com
Subject : [girlthings]yuk dandan..

Mbak-mbak, jeng-jeng, non-non, ibu-ibu, adik-adik, pada sabtu sore, tanggal 12 November 2010, kita akan menyerbu rame-rame salon ‘Mendadak Ayu’. Tu salon top abis loh. Bisa nyulap tampilan standar jadi agak mendingan.
So.. if u don’t want to miss a thing, get your seat as soon as possible.
Scratch your name on the list below.


1. cewek kenes
2. ..
3. ..
4. …

Reaksi yang terjadi pada list beberapa waktu kemudian.

5 menit…
1. cewek kenes
2. akuayu >>yuk mari..
3. dewi asmara >>melu ah…

20 menit..


19. kucing garong >>ajibb.. solek maning..
20. lanang tenan >>nih pria metroseksual

3 hari..


85. putri domas >>lumayan. Persiapan malem minggu



Sebuah meja. Sebuah ruang. Sebuah gedung. Sebuah kampus.

Tampilannya trendy. Setelan baju ‘body fit’ Van Heusen berpadu celana ‘booth cup’ Cardinal. Bawah dikit, polesan semir ‘Kiwi’ erat memeluk sepatu ‘Yongki Komaladi’ yang erat memeluk kaki.

Di lingkar lengan kananya, nampak gagah bertengger jam tangan… Rolex? Bukan? Swiss Army? Bukan… Louis Arden? Iya. Hadiah ulang tahun dari istrinya itu memang membuat penampilannya terdongkrak sekitar 5%.

Ups.. sori, aku kelepasan menyebut dia sudah beristri. Tongkrongan ala Eksmud, gerak-gerik yang sedikit agresif, sepintas mengabarkan bahwa dia masuk kategori ‘high quality jomblo’. Tapi seperti bunyi plesetan iklan: never trus your own eyes. Never impress on the first impression.’Jadi warning buat para gadis: berhati-hatilah.
Pura-pura aja sibuk, angkat handphone meski tidak sedang berdering, garuk-garuk kulit meski tidak sedang gatal, lepas baju meski tidak sedang akan mandi (ups..kalo yang ini jangan dink).

Bukan kemeja Van Heusen, celana Cardinal, jam Louis Arden, ato kedip mahasiswi yang melintas, tapi benda kecil di atas meja dia yang akan kita bincangkan. Benda tipis persegi panjang. Berwarna putih. Dengan beberapa baris kata menyepuh atasnya.
Laki-laki ini memang beruntung. Atau pekerjaannya yang membuat dia beruntung. Atau birokrasi dalam pekerjaannya yang membuat dia beruntung. Ah, pokoknya laki-laki ini sedang beruntung. Uang gaji masih hangat mengepul, honor tulisan juga mulai berkarat karena tidak diambil, dan sekarang, hanya untuk beberapa coret tanda tangan, ia dianugerahi amplop.

Setelah beberapa lama cengar-cengir tak karuan, sebuah pijar lampu menyala dalam kepalanya. Pahlawan kita ini nampaknya sudah mendapat ide brilian. Mungkin saja ia menemukan teori konstruksi bangunan baru, teori cakar beton baru, ato teori percintaan baru. Kalo om Archimedes dulu berteriak ‘Eureka’ dalam kesetengah telanjangannya, paka pahlawan kita ini, hanya mengepalkan tanganya. Menarik senyumnya. Dan perlahan mulai membuka laptopnya. Hm.. jadi penasaran nih.. what kind of brilliant idea he’s just got…

Dan mulailah menari tangan tokoh kita itu di atas tuts laptopnya.

To : semarangan@yahoogroups.com
From : sang guru@kampusku.com
Subject : [makan-makan]

Teman-teman senasib seperjuangan.
Saya baru saja mendapat rejeki nomplok. Halal. Barokah. Lumayan besar. Untuk menambah keberkahannya, maka saya mengajak saudara-saudara sekalian untuk menikmati santap malam. Silahkan bergabung. Pastikan anda mempersiapkan perut sebaik mungkin.
Silahkan isi daftar absent di bawah ini.


1. sang guru
2. ..

Sialan. Kirain ide brilian apa yang tokoh kita ini temukan. Ternyata cuman ajakan makan. Tapi bagus jugalah. Setidaknya sang tokoh menemukan cara untuk membelanjakan uangnya demi kebaikan sebagian kecil umat manusia. Asik… makan-makan.

6 menit

1. sang guru
2. kaleng rombeng
3. blue sky
..
7. marjan


1 jam

30. pria berkumis


3 hari
104. mermut kecil
105. beruang madu



Epilog

… Dan sejuta kisah di sejuta tempat dengan sejuta ekspresi dari sejuta anggota lainnya yang tidak sempat dikisahkan di sini.

Sebuah potret dunia kecil yang teramat indah. Pada detik yang sama, mungkin kita sedang tersudut di pengap stasiun Jatibarang, terjebak di hiruk pikuk penerbangan bandara Soekarno-Hatta, merana di kamar pengap kos-kosan, terengah-engah dalam sebuah meeting tak berkesudahan, tergolek sakit di tempat tidur, terjebak di sebuah kantor di bilangan Kemayoran dengan bos yang tiada henti mengomel, sedang putar-putar Yogya menikmati damai musik mengalun di dalam bus Transyogya. Pada detik yang sama, kita mungkin berada di berbagai tempat, berbagai kota, berbagai Negara, berbagai benua.
Tetapi jauh di dalam hati, kita semua tahu, bahwa meski raga tak bersua, ada hangat yang merembes, ketika kita sadar, bahwa dengan beberapa click di computer, tuts hp, ada dunia yang menyatukan kita. Sebuah dunia yang terangkum indah, terwadahi sempurna dalam sebuah folder di inbox email kita berlabelkan : loenpia.

Kita mungkin terberai pada koordinat dunia yang berbeda. Pada aktifitas yang tidak sama. Tapi karena komunitas ini, kita mengetahui, bahwa ada sebuah oase yang akan selalu menyatukan kita. Ada tempat yang selalu memanggil kita pulang. Tempat yang menerima kita apa adanya. Tempat yang dengan segala cerca, cicau, dan sengaunya selalu menerima kita: apapun kondisinya.

Kehangatan yang ditawarkan. Kesintingan yang selalu berulang. Gurau, caci, hardik, marah, benci, sebal, info, menjelma menjadi sebuah ruang yang selalu memanggil kita untuk selalu kangen pulang. Terkadang memang tidak selalu menjadi seperti yang kita inginkan. Berbagai karakter dan kedalaman ilmu tiap anggota, membuat tidak selalu yang diharap bisa berwujud menjadi nyata. Tapi paling tidak, keterbukaan, kehangatan, keberterimaan dalam komunitas ini, membuat kita yakin, bahwa apapun warna jiwa kita, apapun kondisi jiwa kita, ada tempat bagi kita untuk menyebar resah. Ada tempat untuk berlari telanjang tanpa khawatir caci penghinaan. Ada tempat, setidaknya dan seburuknya, untuk berbagi cerita.

Selamat ulang tahun Loenpia. Tetaplah menjadi tempat menyenangkan untuk berbagi resah. Berbagi ilmu. Berbagi kisah. Dan apabila anda beruntung.. juga berbagi cinta.

Personal message:
Maaf bila tidak selalu bisa hadir. Tidak selalu bisa terlibat.

Thursday, October 9, 2008

ada peri di tumpukan serbuk kopi

Kawan, aku pikir, penyakit gilaku mulai kambuh.
Kegilaan yang berawal dari simpul syaraf otak yang berhimpitan tak beraturan. Saling menindih. Mencoba untuk saling menjegal. Melenyapkan. Mengapungkan. Menghapus. Merekonstruksi ulang. Sebagian menginginkan wajah itu ada. Tapi sepasukan lain berjuang keras untuk melenyapkannya.
Tidak jelas siapa yang menang dalam pertempuran ini. Dan akibatnya, hampir sepanjang malam ini, aku pusing harus berlarian kesana kemari. Ketika simpuls saraf lupa yang di atas angin, seurat kelegakaan dan persiapan tidur segera aku gelar. Tapi tak berapa lama, pasukan syaraf ingat berhasil menguasai keadaan. Aku pun dipaksa untuk menggulung kembali tenda dan alas tidur yang telah tergelar.
Dan, kawan, percayalah, sepanjang malam ini, aku hanya berpindah dari 2 kegiatan menjengkelkan itu. Seperti tombol on off yang sedang dimainkan oleh bocah nakal kurang kerjaan. Jadinya, beginilah hasilnya, pukul 1:34 aku terbangun, terjebak kembali dalam nostalgia: antara menelpon dia atau tidak.

Kawan, andai kamu penasaran, siapa gerangan lakon dari pertempuran dalam jiwa ini. Siapa pemilik wajah yang telah membuat beribu-ribu armada infantry syaraf berbaris untuk saling menyerang. Berebut menghancurkan.
Siapa pemilik senyum yang kembali membuat aku mengaduh tersungkur dalam dramatisasi kekalahan.
Siapa pemilik jiwa yang karenanya aku harus membuat perjanjian dengan dewa langit paling kuat agar menahan jari tanganku untuk tidak menarikan tuts berkirim sms kepadanya.
Siapakah wanita jahanam sialan memuakkan itu yang gara-gara dia aku harus terhuyung-huyung menuang air ke dalam panci, memutar tombol on, dan meringkuk menunggu air mendidih untuk sekadar membuat kopi. Semata-mata agar ada temen yang menemani curahan hati di malam pukul 1: 38 ini.

Apakah wajah dia begitu mulia? Apakah dia salah satu pelarian dari penduduk surga? Apakah ia putri dari dewa yang sedang menjalani ujian dengan mendamparkan diri di dunia? Ataukah dia hanya sekadar perempuan pencuri yang dengan tega mencokel kulit wajah peri untuk kemudian dipakainya?

Ah, masa bodoh dengan itu semua. Persoalan mendesak sekarang adalah bagaimana aku memperkuat barisan pasukan lupa untuk memperdahsyat serangannya. Ada baiknya aku menjatuhkan bom APC agar otak ini terberai dalam tidur panjang. Atau hujan serbuk kopi yang akan segera menghantam pertahanan mataku. Atau mungkin aku bersiap diri dengan tajam belati. Berlari menebas jarak yang hanya beberapa meter. Menyibak dingin yang mengapung. Mendobrak lurus ke dalam. Menghujamkan sebuah cium sebelum kemudian takjib larut dalam drama pembantaian.
Dan esok harinya, kampung akan tenggelam dalam satu buah cerita saja: seorang wanita terbunuh dengan luka gigit di bibir dan sebuah sobekan lebar di dada.

Ah, apapun itu, kau membuat aku terjaga malam ini.