Sunday, January 14, 2007

Parkir nan Menjengkelkan






23.00
Malam merangkak perlahan. Lampu kamar telah aku matikan. Tinggal menyisakan kerlip teduh bedlamp yang aku letakkan disebelah tempat tidur. Beberapa menit lalu, Empat Mata baru saja usai. Dan biasanya, kalau tidak ada tugas yang musti diselesaikan, aku akan mempercepat waktu tidurku. Terdengar kemudian suara komputer sedang booting. Mendengarkan musik, aku pikir, tidak terlalu buruk untuk dilakukan.

23.20
Tak ada yang salah dengan malam ini. Warna malam tetap hitam. Langit pun tetap bertemankan dengan bintang dan bulan. Udara yang berhembus tetep tidak jelas: panas yang bertumbukan dengan rasa dingin. Membuatku selalu berhadapan dengan dilema tidak berkesudahan: kaos putih bertuliskan ’sailor’, ataukah singlet cream bergambar logo chelsea. Yang satu terkadang tiba-tiba membuat tubuh merasa gerah, sedangkan satunya lagi seringkali tiba-tiba mengundang dingin untuk mendekap merapat. Seperti malam-malam sebelumnya, suara mendayu Andrea The Corrs tetap setia menemaniku. Hanya bedanya, bila biasanya ia menyanyi sendirian, malam ini, aku buat bergantian dengan mas Opick. Beberapa saat tadi, tiba-tiba aku merasa agak oleng, jadi sepertinya perlu disuntik dengan guyuran nada-nada surgawi mas Opick.
Lalu, apa yang membuat malam ini terasa agak berbeda dengan jutaan malam sebelumnya? Perasaan gak ada yang beda, deh. Tapi tiap kali aku berpikir malam ini memang sama dengan malam lainnya, seperti ada sesuatu yang menendang kepala ini. Seperti ada senyawa dalam otak ini yang tidak berterima kalo aku tidak memikirkan malam ini agak berbeda dengan malam lainnya. Tapi apa ya? Apa. (hehe.. tau ah. Gelap).

23.30
O iya. Aku lagi kesel. Malam ini menjadi beda, karena sore tadi aku telah beresolusi untuk membuat kekesalan ini tumpah mengotori warna malam. Jadi malam ini tidak akan hanya dominan dengan hitam, tapi juga warna ungu. Ungu? Iya, karena Ungu adalah my fave band. Haha.. apa hubungannya ya. Ngaco.
Aku lagi kesel ma sistem perparkiran di sekelilingku. Di kota semarang tercinta ini. Bayangin, hidupku, barangkali juga hidup Anda semua, ternyata dihantui oleh parkir. Dari bangun tidur, hingga kembali ke tidur lagi, selalu saja aku berinteraksi dengan abang-abang tukang parkir. Lebih parah dari sekadar rutinitas minum obat. Dan celakanya, frekuensinya lebih sering dari aku berkata ’i miss u’ kepada the one. (haha.. bukan mengacu kepada sang terpilih dalam The Matrix, lho. Meski Keanu Reeves emang cakep, tapi aku masih normal, mas).

05.15
Aku awali pagi dengan membuka mata. (Geblek ya. Tentu saja lah harus buka mata dulu. Baru bisa beraktifitas. Hehe..) Setelah mengecap nikmat pertemuan dengan Kekasihku, aku segera memakai pakaian olahragaku. Enam kali mengitari lapangan stadion Tri Lomba Juang sambil menghirup udara pagi, sepertinya bukan pilihan yang buruk. Apalagi jika dapat bonus pemandangan indah mbak-mbaknya yang cantik. Hehe... Seperti dah janjian saja, nyampe di stadion, aku langsung disambut dengan mas tukang parkir. Harap dicatat, ini perjumpaan pertama dengan mas tukang parkir hari ini.

06.05
Bener juga. Setelah 5 kali muterin lapangan, padahal tadi janjinya 6 kali lho, badan dan mata ini terasa segar. Sedikit gerakan angkat barbel yang terletak di sudut stadion, membuat badan menjadi bertambah segar. Olahraga pagi itu diakhiri dengan melakukan 1 kali victory lap mengelilingi lapangan. Maksud sebenarnya sih untuk.... (haha.. tau aja sampeyan).

06.25
Selesai dari stadion, aku pun berkendara ke arah simpang lima. Setelah berbasah-basah ria, sepertinya akan sangat nikmat bila bisa menyeruput bubur kacang hijau. (bener gak ya menyeruput. Soale terkadang buburnya panas minta ampun. Jadi apa bener kuat menyeruput). Begitu memarkir motor, bergegas seseorang menghampiri. Dan, catet, ini adalah yang kedua aku memberi senyum kepada mas tukang parkir. Sebenarnya batin ini sudah menjerit-jerit mangkel sih. Tapi, daripada mengotori kelezatan bubur ayam mang yang biasa mangkal di depan Masjid Baiturrahman ini, aku ikhlaskan saja.

06.35
Setelah memberikan recehan 500 rupiah, aku pun mengarahkan motorku ke arah jalan Pahlawan. Sepuluh hari pencarian AdamAir yang sia-sia, membuat aku penasaran untuk mengikuti perkembangan hasil pencarian di hari ke-11 ini. Setelah menyelesaikan setengah putaran simpang lima, aku pun segera melihat wajah ibu yang selalu memakai rompi kompas berwarna biru itu. Aku sempat menghentikan motor sih, tapi karena ibunya datang menghampiri, jadi aku tidak meninggalkan motor. Aku sempat jadi parno sesaat. Parkir lagi nih, batinku. Tapi, ketika pandanganku menyapu sekeliling, tidak kelihatan sosok lelaki dengan topi dan peluit terkatung-katung di lehernya. Di penghentian yang ke-3 ini, aku aman. Horee..... Headline berita pagi itu, ’Teknologi canggih gabungan beberapa negara yang dikerahkan untuk mencari keberadaan AdamAir yang hilang, ternyata dikalahkan oleh jaring seorang pencari ikan bernama Bakrie.’ Aku mendesis, hebat juga si Bakrie ini.

06.55
Sesampai di kos, sebelum mengguyur badan dengan air, aku menamatkan berita yang kalo aku editornya, akan aku beri judul David merobohkan Goliath.
Setelah merasa cukup tampan dalam balutan busana kerja, aku pun segera bergegas meraih tas dan kunci motor. Tapi, sebentar. Axe, rexona, ponds... kayaknya dah semua deh. Dan ketika aku dekatkan hidung ke kerah baju, sudah tercium aroma khas axe pulse. It’s time to work, babe. Terkadang aku heran juga, beberapa semprotan axe saja bisa berpengaruh banget terhadap hariku. Pernah aku kelupaan memakainya, dan sepertinya my whole day ran so bad.

07.20
Aku mengarahkan motorku ke wonodri. Pagi itu aku ingin sarapan di warung 2 kembar. Masakannya enak, dan tempatnya lapang. Model prasmanan lagi. Waktu pertama kali dulu ke sini, dan ngebaca nama warungnya, aku hanya bisa mengelus dada. Orang kita itu emang serba males ya. Pengennya serba praktis. Namain warung saja, pake istilah 2 kembar. Begitu predictable. Pasti istrinya bapak yang punya warung kemarin hamil, trus melahirkan, dan keluar 2 bayi kembar. Lalu untuk mengabadikannya, dibikinlah jadi nama warung. Warung 2 kembar. What an Indonesian. Aku jadi inget ama wartel ibu kos. Wartelnya diberi nama wartel 2 putri. Maklum, waktu ngebuka wartel, dia baru punya 2 anak, kesemuanya cewek. Jadi wartelnya diberi nama wartel 2 putri. Dan sekarang, dia punya anak lagi, cewek juga, yang berarti sekarang ada 3 putri. Aku sempet ngebencandain dia, ’Ada yang akan selamatan ganti nama wartel baru nih. 2 putri jadi 3 putri.’ Bukannya ngeiyain atau gimana, eh malah dianya ngeplak pundakku. Kontan waktu itu aku kebat kebit. Hehe.. maklumlah. Ibu kosnya masih muda. Jadi.... begitu deh. Haha... Tapi gak tau, sampai sekarang nama 2 putri tete tidak diganti 3 putri. Mungkin si ibu ancang-ancang untuk ngebuat putri yang ke-4 kali. Jadi sekalian nunggu tuk ganti namanya. Hehe..

07.30
Setelah menghabiskan sepiring nasi dengan sayur kangkung dan setumpuk ikan teri, dan tentu saja menyeruput teh anget, aku bergegas keluar. Begitu aku memasukkan anak kunci ke tempat kunci, tiba-tiba aku merasa ada yang menarik motor dari belakang. Dan begitu aku tengokkan kepala, thara.... seorang laki-laki memakai topi, berkaos hitam sambil memakai jaket kuning, nampak menatapku. Lumayan kaget juga aku. Kalo tidak segera melihat peluit yang menggantung di lehernya, pasti aku dah berteriak karena kaget. Berpindah deh recehan 500 rupiah dari kantongku ke tangan dia. Catet, tadi adalah tukang parkir yang ke-3 dalam hari ini.

07.50
Roda motorku dengan mulus menyentuh ujung pojok tempat parkir kantorku. Setelah merapikan rambut dengan menyisir seadanya, melepas jaket hitam kebanggaan, aku melangkah gagah ke dalam kantor. Dua orang satpam yang bermarkas di samping tempat parkir melempar senyum hangat. Huh.. kadang aku berpikir, apakah senyum ini juga diberikan kepada setiap orang yang datang. Atau bukan karena segan terhadap aku saja. Akh, bodo ah. Ketika aku mengamati mereka, ternyata, ada peluit yang tergantung di pundak mereka. Aku menjadi sedikit lega setelah aku perhatikan, warna peluit itu adalah putih, bukannya kuning. Jadi paling tidak, aku bisa menghemat recehan 500 rupiah. Haha.. tapi, jangan-jangan, jatah untuk uang parkir ini telah dirapel menjadi dana yang dikurangkan dari daftar gaji yang diterima tiap bulannya? Atau.. akh, tau. Kerjaan masih banyak. Dan nanti saja aku tanyakan hal ini sama Ibu Susi, si ibu Manajer Personalia.

09.30
Bos ngomel-ngomel. Tipografi buku yang aku usulkan dibilang norak. Huh.. padahal dia saja tuh yang tidak pernah meng-up grade selera. Susah kadang bekerja dengan orang kolot. Hehe.. sori yo bos.

10.45
Hp yang aku letakkan dekat cangkir kopi bergetar. Terlalu pendek untuk sebuah panggilan. Aku tekan tombol OK, dan segera muncul tulisan, ’Nanti lunch di warung bu Kamto. Ada kabar penting. Aden’. Duh, paling mo ngobrolin masalah tambalan hati yang mulai terkoyak lagi. Basi Den.

12.00
Aden dah nongkrong di tempat parkir. Sebenarnya, kantor dah menyediakan menu makan siang di kantin sih. Gratis. Tapi bukan berarti kami benar-benar tidak bayar. Uang makan kami tiap bulan musti dipotong setengahnya untuk keperluan makan siang ini. Tapi, yang nyebelin, menunya sangat-sangat tidak variatif. Dan rasanya juga, minta ampun, sangat tidak enak. Sebenarnya kami dah protes ke personalia agar diganti catering. Tapi karena, denger-denger, pemilik katering sekarang masih ada familiy dengan big boss, usulan protes yang kami layangkan berhenti di tengah jalan.
Bener saja, Aden kembali bercerita tentang Mariana. Cewek itu benar-benar bre#####. Hihi.. ini versi Aden, lho. Masak 5 kali ditembak, 5 kali pula dia tidak mati-mati. Alias selamet terus.
Setelah menyelesaikan pembayaran, kami pun segera menghampiri motor yang terparkir di depan warung. Udara benar-benar panas. Dan ketika tanganku menyentuh jok motor, whuiihh, kayak nyentuh penggorengan ketika ngebantu nenek masak. Sesaat aku ragu-ragu untuk menaruh pantat di atas jok, tapi gimana lagi. Masak mau naik motor sambil berlari di sampingnya. Gak lucu banget ya.
Dan, god, lagi-lagi, ketika anak kunci telah masuk ke lubang kunci, seseorang berlari menghampiri. Gak usah dijelasin. Dari tatapannya saja sudah kelihatan apa yang dia mau. Males banget aku merogoh-rogoh saku untuk mencari receh 500 rupiah. Tapi tidak ketemu. Dengan menahan murka di dada, aku buka dompet. Tapi tidak juga kujumpai recehan itu. Jadi deh, aku mengulurkan lembar 5000 an. Setelah menerima uang itu, masnya langsung berlari ke dalam warung. Rupanya ia tidak punya kembalian. Jadi uang itu ditukar dulu ma mbok warung. Duh gusti, sumpah, gonduk banget aku. Gak tau apa panasnya udah gak ketulungan kayak gini. Melihatku belingsetan, Aden malah menunjukkan wajah innocentnya. Huh... awas ya, batinku menggerutu. O ya, catet, ini perjumpaanku yang keempat dengan gerombongan tukang parkir nyebelin. Bayangin coba, gak ada karcis yang disobek. Gak ada ucapan selamat siang. Apalagi, boro-boro bilang terima kasih.

16.45
Jam kantor selesai pukul 16.00. Dan sekarang, tahukah di mana aku berada? Aku di Matahari Supermarket. Ketika mandi tadi pagi, aku baru sadar ternyata sabun mandiku tinggal sebesar foto ukuran 2x2. Itu berarti alamat aku musti beli sabun baru. Kebetulan juga axe pulse kesayangan dah mo habis. Masak dah disemprotkan 5 kali, tapi baunya gak wangi-wangi. Setelah memasukkan juga cemilan kesayangan, Astor dan biskuit Togo, hihi.. mungkin karena warnanya hitam jadi dikasih nama Togo, aku bergegas ke kasir. Mbaknya lumayan cakep lho.
Seperti pada pemberhentian sebelumnya, di Supermarket ini pun aku kembali berurusan dengan parkir. Bedanya adalah, bila parkir yang tadi-tadi cuman 500, di tempat ini menjadi 1000. Bila tadi tidak ada sobekan karcis yang diterima, sekarang ada. Bila tadi parkirnya di tempat panas, sekarang di tempat yang adem (iyalah, di dalam gedung). Tapi masalah senyum dan ucapan terima kasih? Sama saja. Tetap tidak aku dapati. Huh..

17.10
Aku lagi ngadem di kamar. Komputer aku nyalain. Dan sekarang aku sedang berkompetisi ria dengannya. Aku lagi memainkan permainan lempar-lemparan antara anjing dan kucing. Aku gak tau apa judul permainannya. Yang bisa ngelempar dengan telak, dan menghabiskan nyawa musuhnya paling dulu, itulah yang menang. Pas aku baca di nama permainannya, cuman tertulis: asu mbe kucing.exe. Pastilah ini bukan nama game sebenarnya. Aku dapat game ini dari temen. Jadi mungkin oleh dia, nama game ini sudah dirubah. 3 kali sesi permainan, 2 kali kemenangan. Lumayan kan? Hehe.. gak terlalu buruk lah.
Tapi aku musti nge-pause permainan ini dulu, karena ibu kos minta dianter ke dokter. Anaknya yang paling kecil demam.

17.25
Wajah ibu kos nampak lega ketika dokter bilang bahwa ini cuman demam biasa. Gak perlu terlalu dikhawatirkan. Paling dengan diminumi obat secara teratur, akan segera sembuh, demikian bapak dokter berucap. Kami pun segera meninggalkan klinik tersebut. dr. Ismail melempar senyumnya ketika kami pamitan. Dan... God! Kenapa musti ada dia lagi. Recehan 500 rupiah kembali berpindah tangan. Senyuman dan ucapan terima kasih? Mimpi kali. Catet ya, ini parkir yang ke-5.

17.50
Aku mengarahkan motor ke apotek terdekat. Bila tadi kami periksa di dr. Ismail, berarti apotek terdekat adalah apotek yang ada di depan RS. Karyadi. Setelah menukar resep dengan segepok obat, dan tentu saja menyerahkan uang sebagai pembayaran, kami pun bergegas menghampiri motor yang terparkir dengan anggun. Bisa tebak apa yang terjadi? Hehe.. iya. Lagi-lagi terjadi transaksi senilai 500 rupiah. Dah yang keberapa? Mantap.. ini yang ke-6.

18.30
it’s dinner time. Horee... kebetulan anak-anak kos lagi gak pada ada acara malam ini. Jadi kami bisa keluar bareng-bareng. Dulu sih, waktu mae Puji, kakaknya ibu kos, masih tinggal di sini, kami gak perlu ribet-ribet tuk cari makan. Mae Puji buka warung di sini, jadi kami selalu dimanjakan dengan masakan-masakan enaknya. Tapi beberapa bulan yang lalu, mae Puji melahirkan. Jadi dia musti pulang ke desa untuk merawat anaknya. Hik..hik... jadi sedih kalo keinget mae Puji. Habis dia baek banget. Dah kayak ibu sendiri.
Kami memilih untuk makan di Warung si Boy. Buat yang belum tahu, ini adalah warung yang terletak di sepanjang jalan Kusumawardani. Bila Anda melaju dari arah Jl. Imar Barjo, akan ditemui pertigaan. Kalo kanan ke kampus Undip, dan kalo ke kiri ke jalan Kusumardani. Susuri aja terus jalan ini. Sekitar 200 meter di sebelah kiri, akan ditemui warung si Boy. Ada tulisannya gede kok di depan. Jadi gak bakal nyasar.
Aku memilih bebek goreng, Aris dah sejak berangkat jatuhin pilihan ma Gurame goreng, dan Arif sepertinya ngiler waktu ngeliat menu ayam bakar. Untuk minum, selera kita gak jauh-jauh beda, paling praktis dan menyegarkan: es teh manis. Sekadar saran untuk yang mo ke warung ini, jangan datang sendirian, karena bakal sakit ati. Kebanyakan yang datang adalah pasangan muda-mudi. Jadi bila Anda nekad sendirian, maka siap-siap untuk menggelar tahlilan esok harinya. Hehe... suicide gitu.
Makan pun selesai. Perut telah menjadi kenyang. Berarti ini saatnya pulang. Kami dengan malas beranjak dari tempat duduk. Setelah menyelesaikan pembayaran, kami segera menyerbu tempat parkir. Duh, ritual ini lagi. Aku pun mengulurkan lembar 1.000 an. ’Gak usah,’ dan masnya menarik kembali uang receh 500 yang dia ulurkan sebagai kembalian. ’Sekalian aja 2 motor,’ dengan malas aku menjelaskan ketika aura kebingunan nampak belum mau keluar dari wajah bingung masnya.
Sebelum menstarter motor, aku bilang ke Aris, ’Kita ke rental kaset dulu.’

19.20
Aku segera menghambur ke rak di ujung. Itu adalah tempat koleksi DVD terbaru. Tapi, beberapa saat kemudian hanya raut muka kecewa yang bisa aku tampilkan. Masnya yang jaga hanya bisa tertawa melihat senyum Judasku. ’Lum ada yang baru,’ serunya dari balik tumpukan VCD yang baru dikembalikan. Yach, alamat garing deh malam ini, runtukku dalam hati. Setelah berba bi bu bentar, aku pun segera cabut. Aku melihat jam, 19.40, berarti rental Erlangga masih buka. Asyik, ke sana akh.
Aku kena parkir lagi deh. Tapi, yang agak bikin adem di rental ini adalah, mas yang jaga parkir berbaik hati ikut ngedorong motor keluar dari kerumunan. Tapi, itu tetep juga gak ngebantu banyak sebenarnya. Recehan 500 rupiah tetap berpindah tangan. Aris dan Arif, yang menungguiku di seberang jalan, hanya bisa nyengir ketika aku merogoh-rogoh kantong mencari recehan. Dasar, kenapa juga tadi aku tidak menitipkan motor kepada mereka.

19.50
Aku nyampe di rental Erlangga. Seperti biasa, mas Maheri menyambutku dengan sapaan khasnya. Seperti biasa juga, ia nampak sibuk mengedit video. Dan tanpa ngelihat pun aku bisa tau video apa yang sedang dia edit. Pasti video resepsi pernikahan. Tapi iseng juga aku ngelongok ke monitor untuk mastikan. Dan, hehe.. bener kan. Arif menatapku heran ketika aku cengengesan tanpa sebab. Bodo ah, batinku.
Aku pun segera menuju ke rak yang terletak dekat tumpukan majalah-majalah komputer. Mas Maheri memang menaruh koleksi VCD terbaru di sana. Di rental ini, kita tidak bisa mendapatkan koleksi DVD. Karena memang tidak disediakan. Berturut-turut aku baca judul-judul film dalam rak koleksi terbaru: American Pie 5: Naked Mile, Shopgirl, Me, You, Dupre, The Fast and Furious: Tokyo Drift, Just my Luck, ... Busyet, gak ada yang baru, umpatku dalam hati. Koleksi terbaru tapi kok gak ada yang baru ya. Hehe.. aku jadi ketawa sendiri waktu keinget bahwa aku dah nonton mereka semua di DVD. Jadi pantes saja, begitu versi VCD-nya keluar, film-film itu gak lagi baru. Setidaknya bagi mereka yang sudah nonton DVD-nya.
Akhirnya aku keluar dari rental itu. Tidak jadi minjem film. Tapi malah minjem majalah komputer. Ada artikel tentang blog yang aku suka. Jadi lumayanlah. Setidaknya bisa buat bekal ilmu tuk bikin blog nantinya.
Dan satu lagi yang aku suka dari rental ini, parkir disini tidak dikenakan biaya. Alias gratis. Itu pun masih ditambah dengan adanya kamera CCTV yang memantau kondisi tempat parkir. Tapi, sepertinya, sudah beberapa minggu ini, aku tidak lagi melihat tampilan tayangan CCTV itu. Mungkin saja sudah dijual itu barang.

20.30
Sebagai bonus karena telah menemaniku berkeliling, Arif minta dibelikan gorengan. Lagian aku juga paling suka ma pisang goreng, jadi gak papa deh. Kami pun melaju ke jalan Veteran. Gorengan yang berada di samping jalan Lempongsari, paling tidak, termasuk dalam list gorengan yang aku suka. Apalagi kalo masih dalam keadaan hangat. Wuih.. sedep banget tu gorengan. Kami beli agak banyak malam itu. ’Untuk nemenin Tukul tertawa,’ kata Arif cengengesan.
Untuk kegiatan yang berdurasi kurang dari 5 menit ini pun, aku harus kembali mengeluarkan 500 rupiah. Bila untuk 2 motor, berarti 1000 rupiah. Aroma mangkel kembali naek ke ubun-ubun. Dan mangkel itu sepertinya mau melompat keluar, ketika mas tukang parkir tidak melakukan apa-apa ketika kami kesulitan menyeberang. Apa kerjaan tukang parkir hanya menadahkan tangan untuk recehan 500? Tidakkah mereka juga wajib untuk membantu kenyamanan motor dan orang yang parkir? Aku jadi inget ketika Kasdud, temenku yang hobi basket bilang bahwa satu bunyi peluit tukang parkir tu lebih mahal dari pelatih basket dimana pun. Aku pikir benar juga ya. Satu kali meniup peluit, mas tukang parkir dapat 500 rupiah. Kalo 2 tiupan berarti 1000. Tiga berarti 1500, empat sama dengan 2000. Lha kalo sehari bisa meniup peluit sebanyak 500 kali, berarti 500 x 500, sama dengan 250.000 ribu. Wuih, gila. Gede amat ya.


23.45.
Suara Andrea masih saja mendayu membelai telinga. Majalah yang tadi aku pinjem dari rental Erlangga terkulai lemah di samping bantalku. Ada beberapa artikel yang menarik sih, tapi mata ini sepertinya dah terlalu lelah untuk terus membaca. Aku bersiap menarik selimut ketika Basuki, teman sebelah kamar, masuk ke kamarku.
’Pak Gie, laper nih. Ke kucingan pak Gie yuk.’ Meski aku baru 27, tapi oleh teman-teman kos aku dipanggil dengan sebutan pak. Mungkin karena wibawa yang terpancar keluar ya. Hehe... Tapi mungkin karena aku pernah jadi dosen, sehingga mereka segan dan menganggap aku layak dituakan.
’Masak pak Gie makan pak Gie.’ Basuki malah menunjukan wajah memelasnya ketika aku mencadainya dengan kalimat yang dipopulerkan oleh Joshua itu. Buat yang belum tau, warung kucingan pak Gie adalah warung favorit para manusia malam. Warung ini sebenarnya tidak beda jauh dengan konsep warung kucingan yang banyak berterbaran di Semarang. Hanya bedanya, warung kucingan pak Gie, buka jam 12 malam. Dan menjual gorengan, terutama pangsit, yang masih dalam kondisi segar mengepul.
’Ayolah pak Gie. Ntar kita muter-muter di simpang lima dulu deh. Siapa tau dapat bonus mbak poci cantik.’ Geblek juga ni anak. Tapi, hehe.. dia benar juga kok.
’Iya deh, bentar. Aku tak pake kaos dulu.’ Aku buru-buru menutup kepala dengan bantal ketika wajah Basuki terjulur mendekat untuk menciumku. Geblek.. dan dia malah tertawa terkikih-kikih ketika aku melempar bantal lain agar dia segera keluar dari kamarku.
Aku pun mengambil kunci motor, dompet, dan tak lupa memakai jaket hitam Versace kebanggaanku. Dan ups, sebentar. Aku membuka kotak bekas tempat jam yang sekarang aku gunakan untuk menyimpan recehan. Sebentar kemudian, aku telah menyelipkan recehan 500 ke dalam kantongku.

No comments: