Friday, February 12, 2010

Benih di Dalam Lift

Jadual rapat yang mirip gerbong kereta api membuatku lesu siang itu. Huff.. andai bisa mengepak sayap, sudah aku lontarkan tubuh menjauhi pintu. Merayapi jendela. Menelusup ke ruang-ruang sebelah sekadar mencuri satu toples cemilan. Hihi..

Setengah agak malas, setengah lagi akibat tubuh lemas, setengah lainnya karena lapar, (kebanyakan setengah ya? Cuekin aja) aku meneguhkan hati menuju ruang rapat. Juga. Akhirnya. Menyusuri koridor, mbak OB suka menyebutnya sebagai zona, menyibak pintu, terlihatlah mas dan mbak penjaga lantai. Mudah saja mengenali sosok para penjaga di gedung ini. Berpakaian biru, pernik ala tentara. Tapi, mereka tidak pelit senyum, kok. Kalau kita mau menyapa, pasti mereka akan segera keluar aura sok akrabnya. Hehe.. entah karena sungkan atau tidak percaya diri, mereka biasanya jarang menyapa duluan. Paling-paling hanya mengunyah senyum dan melempar sebuah lembut anggukan.

Tanda panah ke bawah aku tekan. Menyala-lah lingkar warna merah. Mengapit berkas, manis aku posisikan diri menunggu lift membuka. Ada 7 lift di gedung Nusantara I. Tetapi, di lantai 1 dan 2, lift yang dapat diakses bebas hanya 3. 4 lift lainnya, hanya dapat dibuka oleh pin kuning kecil bergambar Garuda yang menggantung di dada kiri atau kerah jaket bagian kiri.

Lift terbuka juga. 2 orang di dalam. Aku masuk. Tombol lantai 1 sudah menyala. Aku pun hanya memposisikan diri menikmati ayunan lift. Tak lupa juga, hehe..., menyempatkan diri mengaca. Tubuh lift yang dibungkus bening kaca, membuat sifat sok ayu dan cakepku, dan sepertinya juga semua yang naik lift, langsung meluap. Tengak tengok bak di salon. Cengar cengir ke-gr-an. Atau sekadar menata kerah baju yang sebenarnya juga tidak perlu ditata. Hihi..

Lampu panel menunjuk angka 9. Artinya? Masak aku harus beritahu juga. Lift membuka. Perempuan berblazer hitam, stocking panjang menjilati lutut, rambut merona keemasan tersiram pewarna. Di lehernya menggantung aksesoris bulat seperti layaknya bhiksu. Tas, juga berwarna hitam, menggantung di lengan. Dengan handphone ayu terus berkedip dipijit jemari. Di sebelahnya, sosok lelaki juga ikut melangkah memasuki lift. Tak usah aku deskripsikan, deh. Cukup saja dibilang, ia lelaki. Hehe.. Mereka, sepertinya, sedang akrab berbincang. Sisa tawa masih pekat mengambang. Beberapa derainya bahkan terbawa ikut masuk ke dalam lift.

Aku menyiapkan diri. Hehe.. bukan mengaca untuk menggoda. Tetapi, seperti hari-hari yang lalu, kelas di lift selalu saja menghadirkan pemandangan atau percakapan seru. Setengah berdoa, aku usil berharap agar mereka juga membawa topik baru nan segar. Lift menutup. Kotak sakti itu perlahan mulai mengayun kami menuju lantai 1.

‘Dre,’ si perempuan mulai berucap. Aku menebak, mungkin nama lelaki itu Andre, Kodre, atau Condre. Hehe.. gak pentinglah siapa. Yang pasti, Ndre.

‘Aku ulang tahun, lho.’ Sumpah, aku sempatkan untuk menengok wajah perempuan itu. Ayu. Waktu itu, ia agak berkedip kepada si lelaki. Busyet. Aku dan 2 orang lainnya dianggep kemana.

‘Kasih hadiah, dong.’ Aku mengedip ke arah panel. Lantai 7. Hm.. kalo lift ini sebentar macet, kayaknya asyik. Hihi..

‘Mo hadiah apa?’ balas si lelaki. Mereka berdiri bersebelahan. Bagian lengan si lelaki agak mendapat keuntungan karena mengapit lengan si perempuan. Huh, padahal di sebelahnya juga longgar. Lift ini berkapasitas 11 orang. Penghuni saat itu cuman 5. Hehe.., dasar akunya aja yang ngiri.

‘Apa aja deh,’ jawab si perempuan. Nada suaranya? Merajuk. ‘Yang berbekas gitu.’

Whuih, berbekas? Kasih aja tip-ex atau boardmarker, ucap sirik hatiku. Hehe..

‘Berbekas gimana?’ Hatiku makin dongkol. Ini lelaki bego atau emang berpengalaman menggoda?

‘Yang berbekas. Biar berkesan,’ ringan jawab si perempuan. Tangannya memainkan ujung rambut kuning ‘trio macan-nya’. Rambut itu bergelombang. Huh.. mengingatkanku akan Taylor Shift aja.

‘Hadiah apa?’ Halah.. beneran bego ni cowok.

‘Apa aja deh. Yang penting bukan benih.’

Hah.. Panel menunjuk lantai 3. Hidup memang aneh, kadang. Pas lagi gak ada yang seru, lift berhenti di tiap lantai. Eh, pas lagi ada topik hot gini, lift nyelonong mulus tanpa hambatan.

Benih? Busyet.. Emang di gedung ini juga melayani profesi bercocok tanam ala nun jauh di kampung bapak sana. Seingatku, di sekitar memang ada lahan kosong. Tetapi, tidak dijadikan sawah atau ladang, kok. Lahan kosong itu justru ditanami gawang di kedua sisinya. Iyalah, la wong itu lapangan bola.

Benih? Haha.. aku gak selugu dan senaif itu kok. I know what she meant. Tapi, yah, belum ada kelanjutan jawaban dari si lelaki, lift sudah membuka. Aku tengok panel, lantai 1. Gosh... kenapa gak terjadi terjadi gangguan sesaat. Pintu lift gak membuka atau tiba-tiba ada yang menarik ke atas lagi. Hehe.. dasar, pemimpi.

Kita pun keluar sudah. Entah apa yang terjadi dengan transaksi ‘persawahan’ itu. Ketika kemudian, aku mendapati si cewek juga terlihat di ruang rapat, aku tak punya cukup alasan untuk menindaklanjuti urusan perbenihan tadi. Tinggal ditunggu saja. Andai, kemudian ada ayu padi yang menguning, berarti benih telah disemaikan. Dengan catatan, tidak ada hama atau tikus yang mengganggunya. Atau juga, burung iseng yang merusak konsentrasi bertumbuhnya. Hehe..

1 comment:

Unknown said...

benih......pohon mangga?? mau doooonk! lumayan ditanem dihalaman rumah Semarang, biar ada iyup2an dikit :p