Wednesday, January 24, 2007

Siapa butuh agama?



Aku tidak mengenal Mr. O. Sumpah. Meski ia dikenal sebagai pencipta lagu, aku pun baru mengetahui wajah dan namanya baru 5 detik yang lalu. Ketika sebuah infotainment menayangkan wajah dan statementnya. Didampingi lelaki berjenggot dan bersurban, mbak narator bilang dia adalah seorang habib, Mr. O melakukan bantahan bahwa dirinya akan menikahi Sheila, wanita berkulit putih, berambut panjang, yang telah hamil 5 bulan.


Seperti aku bilang di atas, aku tidak kenal siapa itu Mr. O, juga si habib, apalagi si wanita Sheila. Aku hanya terpesona dengan ucapan dari si Mr. O itu. Di infotainment tersebut disebut bahwa Mr. O dan Sheila sudah hidup satu atap selama 1 tahun. Tanpa ikatan perkawinan. Dan kemudian Sheila hamil. Nah, dalam statement yang dikeluarkan, si Mr. O mengatakan bahwa dirinya urung menikahi Sheila (betul ya nikah, karena kalo kawin kan mungkin mereka sudah), karena dia dan Sheila mempunyai keyakinan yang berbeda. Mr. O beragama Islam dan Sheila bukan beragama Islam. Dengan mata menatap mantap, Mr. O dengan gagah berucap bahwa pernikahan beda agama tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam. Si Habib pun kemudian nimbrung dengan berstatemen bahwa karena tidak diperbolehkan oleh agama, maka apabila mereka tetap menikah dan kemudian berhubungan badan maka dapat dikatakan mereka melakukan perzinaan. Meski hidup satu atap, si Mr. O ini juga meragukan bahwa bayi dalam perut Sheila adalah buah hasil karyanya. Lewat si habib, Mr. O ini menantang untuk melakukan tes DNA. Dahsyat gak.


Aku tidak dalam kapasitas memberikan penilaian benar tidaknya statemen dari si Mr. O dan si habib. Yang sedikit mengusik ketenangan jiwa ini adalah, lagi-lagi dan lagi-lagi, kita terbiasa untuk memetik penggalan ajaran agama demi kepentingan kita sendiri. Ajaran agama diperlakukan seperti onggokan pakaian dalam gantungan lemari. Ketika dibutuhkan sebagai pelindung, kita comot pakaian itu. Dan ketika kita tidak lagi membutuhkannya, kita buang pakaian itu entah kemana.


Okelah kita bersepakat bahwa perkawinan beda agama tidak dibenarkan dalam Islam. Tapi, hidup satu atap dengan wanita yang bukan muhrimnya apakah merupakan praktek yang dihalalkan dalam Islam? Menimbun benih dalam perut wanita yang bukan istrinya, apakah merupakan salah satu ajaran Islam?


Sekali lagi kita disuguhi tontonan gratis: ketika kepepet, agama dicatut untuk dijadikan pelindung. Dan ketika kenikmatan deras mengguyur, entah ditekuk kemana ajaran agama tersebut.


Sambil bersiap untuk mandi, aku hanya berucap: astagfirullah.

No comments: