Friday, October 31, 2008

Yes, We all are Rich

Jawab saja dengan jujur: berapa uang yang ada di dompet Anda sekarang? Tak usah dihitung. Karena saya yakin, Anda pasti sudah hafal berapa lembar rupiah berjejalan di dompet Anda tersebut.

Dan apabila memang karena alasan gaya hidup, gengsi, atau akibat gelindingan modernisasi, Anda mengepak uang Anda dalam barak-barak lemari besi Bank: berapa rupiah angka yang tercetak dalam saldo terakhir buku tabungan Anda sekarang?

1 juta…
3 juta…
50 juta…
Sekian juta…

Atau, mungkin, karena alasan tertentu, kemarin, atau beberapa hari yang lalu, atau beberapa bulan yang lalu, Anda harus berjalan tertunduk ke bank, terhuyung-huyung menuju meja formulir, dan dengan harga diri terhempas, menyodorkan formulir penarikan kepada mbak teller ayu yang terus tersenyum kepada Anda?
Hingga sekarang, dengan gerombongan batu yang mengganjal di hati, Anda akan tersenyum getir ketika musti menjawab pertanyaan tadi? Karena Anda mengetahui bahwa jawaban dari pertanyaan jumlah uang di saldo rekening Anda tadi adalah:

100 ribu..
Atau mungkin sekian rupiah lebih tinggi lagi…

Pertanyaan sekarang: kaya atau miskinkah Anda?

Begitu banyak dari kita menyerahkan otoritas klaim daftar kekayaan hanya kepada benda tipis bersegi, dengan cetakan warna-warni sesuai selera bank tempat menyimpan, yang bertuliskan: buku tabungan. Dan masih, begitu banyak juga dari kita, menyerahkan persoalan tentram tidaknya batin kita, terang redupnya nyala jiwa kita, bahagia tidaknya hari-hari kita, berdasarkan hitung-hitungan besar digit dalam tumpukan lembaran kertas-kertas tersebut.

Apakah jumlah saldo buku tabungan menunjukkan jumlah kekayaan kita? Dan apakah jumlah nominal kekayaan kita berhak mendefinisikan arti bahagia kita? Apakah jumlah lembar uang di dompet dan di brankas bank berhak menjelma menjadi malaikat penjaga surga bahagia kita?

Kawan, sadarilah, bahwa sejatinya, tidak ada manusia yang berada dalam kondisi mengenaskan, lalu menggelepar-gelar menuntut belas kasihan, hanya karena tidak dia temukan lembaran uang dalam dompet ataupun rekeningnya.

Tuhan menganugerahi kita dengan semesta alam dan kelengkapan jasmani. Sadarilah, itulah sebenarnya hakikat kekayaan kita. Dengan alam yang terus berhembus, air yang setia bergulir, raga yang sehat, jiwa yang kuat, kita sesungguhnya adalah saudagar-saudagar kaya raya di atas bumi ini.

Apabila Anda tidak percaya, esok pagi, pergilah ke rumah sakit terdekat. Tanyakan kepada dokter, berapa uang yang musti Anda bayar untuk obat sebuah mata perih karena kelilipan, berapa uang musti Anda keluarkan untuk menyamarkan satu kerutan yang mulai merambati wajah Anda, berapa dana musti Anda ambil untuk menyatukan tulang Anda yang terberai karena patah, atau berapa biaya musti disetorkan untuk melenyapkan bercak putih bernama panu dalam kulit mulus Anda.

Ambil catatan, dan setialah untuk mencatat, berapa tabungan yang musti Anda habiskan, berapa utangan yang musti Anda upayakan, untuk memperbaiki tiap luka kecil, cacat yang datang, penyakit yang mampir, dan kerusakan-kerusakan yang mungkin datang menyergap Anda. Catatlah dengan teliti, tanyakan kepada dokter, tiap potensi penyakit, kerusakan, cacat, yang mungkin hinggap dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dan catat dengan saksama, berapa hitung-hitungan biaya untuk mengobati setiap penyakit yang berpotensi mampir di setiap jengkal tubuh Anda tersebut?

Catatlah dengan teliti. Dan hitunglah, berapa sesungguhnya jumlah kekayaan yang Anda miliki sebagai akibat kesehatan masih bersama Anda saat ini.

Ketika Anda sedang dijauhi oleh rupiah, ketika tak ada lagi yang Anda temukan di dompet dan buku tabungan Anda, tidak serta merta Anda menjadi pribadi yang miskin. Sadarilah dengan penuh kebesaran, bahwa Anda adalah pribadi yang kaya. Pribadi kaya yang sepantasnya penuh dengan limpahan rasa bersyukur. Karena kekayaan ini, harta tidak ternilai ini, hanya bisa kita lihat dengan kejernihan hati dan jiwa.

Anda mempunyai 10 ribu di dompet. 500 ribu di brankas bank. Bersyukurlah. Dan dengan syukur itu Tuhan juga akan tersenyum kepada Anda.

Anda mempunyai 2 juta tunai di dompet. 30 juta di brankas bank. Tapi sifat Anda penuh dengan ketamakan. Anda tetap tidak merasa cukup. Anda jauh dari sangkaan kaya. Esok hari, terbangun dari tidur, terbutakan oleh nafsu, Anda mengayuhkan kaki menuju tempat kerja. Setan menggelinding bersama Anda. Menubrukkan benda keras ke arah Anda. Meninggalkan Anda terkapar dengan hanya 2 serpih tulang terberai dari tempatnya.

Cerita selanjutnya adalah: sebuah kuitansi rumah sakit dengan deret huruf dan angka yang berujung pada sebuah larik singkat di ujung bawah bertuliskan: total pembiayaan adalah 33 juta.

Anda terbangun di pagi hari. Dompet Anda masih gemuk. Rekening Anda masih menggelembung. Dan masih di hari yang sama, Anda terbangun kembali dari ketidaksadaran Anda, menemukan sebuah senyum kecut menggetirkan bibir Anda: dompet Anda melompong, rekening Anda tidak lagi menyisakan apa-apa.

Dan, ingat saja, baru 2 tulang dari 1 kaki yang terberai dari tempatnya. Bagaimana kalau 2 kaki? Bagaimana kalau tiap inchi tulang di kaki patah? Bagaimana kalau juga tangan yang patah? Bagaimana juga kalau tidak hanya patah tetapi juga jenis kerusakan tubuh dan organ lain?

Apa yang Anda miliki sekarang, sesungguhnya, tidak menunjukkan seberapa kaya dan bahagia Anda. Karena kekayaan itu, sejatinya, sudah Anda miliki bahkan andai Anda tidak memiliki apa-apa dalam dompet dan rekening Anda.

Tuhan maha pemurah dengan segala karunia dan kebesaran-Nya.

No comments: