Friday, March 5, 2010

Hening dalam Gaduh

1
Hidup, dalam segala rupa dan wujudnya, pada akhirnya, adalah medium pencarian jalan untuk menemukan rasa aman dan nyaman. Pencarian itu, mungkin saja, menghabiskan sebagian besar hidup manusia. Meski, tetap saja ada, beberapa orang yang telah mendapatkan aman dan nyaman dalam bilangan kecil masa hidupnya.

2
Saat terlahir, manusia menyisir jalan dari rahim hingga menyembul ke bumi, hanya seorang diri. Sejak masih dalam penciptaan, manusia telah lekat dengan aroma kesendirian. Ia menantikan pergantian fase darah menjadi daging, membentuk struktur organ, hingga membulat utuh mewujud sosok manusia, dengan tanpa alun atau canda teman. Di awal keberadaan, manusia mendiami rahim tanpa suara. Menendang tanpa bercakap. Menyusu tanpa berteriak meminta.

3
Dan, ketika terlahir, Tuhan menyempurnakan sifat kesendirian manusia dengan keriangan guyup dengan sanak saudara. Demi mendapati dunia dan tatapan mata yang masi asing, Tuhan memberikan kekuatan kepada bayi untuk meledakkan tangisnya, memulai awal periode kegaduhan. Saat kelahiran, sesungguhnya, adalah transformasi dari keheningan menjadi kegaduhan. Hingga, kemudian, lengkaplah sudah: manusia terberkati oleh kesendirian dan kebersamaan. Sesuatu yang, kemudian, oleh ahli ilmu sosial dikenal sebagai ‘makhluk pribadi dan makhluk sosial’.

4
Kegaduhan menarik manusia untuk mendekati keserakahan, membangun peradaban dengan hiruk pikuk persekongkolan.

5
Keheningan, acap seiring dengan kesendirian, keteduhan, dan memberikan kehangatan tak terucap yang membawa manusia pada dalam makna fitrah keberadaan.

6
Lalu, haruskah keduanya terpisah dan dipisah dalam sekat-sekat baja ruang dan waktu kehidupan?

7
Keheningan, tak disangka, acapkali, datang bersamaan bersama kegaduhan...

No comments: