Thursday, March 4, 2010

Wake Up Mr. President..

Pagi. Hari yang lain telah datang. Menggantikan hari yang terlewat. Apapun rasa yang tersaji kemarin, mari tetap melangkah, mengikhtiarkan kebaikan di setiap hari yang tersaji.

Hoaamm.. Kantuk, sebenarnya, masih mendera mata. Tetapi, tugas harus ditunaikan. Tombak musti disandang. Baju zirah dikenakan. Meski, tiada iringan terompet, iringan ke medan tugas harus tetap diberangkatkan.

Satu laga peperangan usai sudah. Opsi C telak mengalahkan opsi A. Berteriak, menari, menghujat, bernyanyi, semua lengkap tersaji. Tidak hanya oleh kubu C, juga kubu A. Hanya, soliditas kubu C patut diapresiasi. Bahkan, balkon pun elok mereka kuasai. Apabila ada yang relatif sama, semua, seperti yang selalu terdengar, dilakukan atas nama rakyat. Demi menelisik kebenaran. Demi lebih erat mendekap suara Tuhan.

Apa yang terjadi, kiranya, sudah jelaslah sudah. Alam dan rakyat mempunyai cara untuk menilainya sendiri. Keseimbangan alami yang ada, tak membutuhkan hiruk pikuk untuk tetap mengendalikan laju jalan harmoni kehidupan. Tak perlu pembelaan. Tak perlu klaim kepemilikan kebenaran. Tak perlu juga paspor teriak atas nama perwakilan.

Opsi A atau opsi C, muaranya tetaplah sama. Keputusan politik tetaplah berbeda dengan keputusan hukum. Meski pedang keadilan (masih) tetap kerap patah tertumpulkan, telisik hukum tetaplah lebih terpercaya dibandingkan kegaduhan politik yang tetap tak mampu lepas dari jerat nafsu kepentingan.

Apa yang terjadi, selalu menghadirkan manfaat bagi mereka yang bersedia belajar. Untuk sebagian, heboh Century mampu menaikkan rating mereka. Sebagian lagi, kisruh ini menjadi luluran make up yang (sejenak) mampu menyembunyikan bopeng sejarah perilakunya. Bagi pemerintah, peperangan ini kiranya mampu meruntuhkan premis yang dibangun ketika memutuskan membangun koalisi.

Kesalahan, sebenarnya, bukan ada pada partai koalisi yang dianggap membangkang. Kesalahan, apabila kita jernih menelisik, ada pada presiden yang terlalu menginginkan harmoni. Alam bekerja dengan mekanisme keseimbangan. Fitrah alam meniscayakan keberadaan check and balances. Pengingkaran terhadap fitrah alam, hanya akan melahirkan kegaduhan dan kerusakan.

Tugas pemerintah adalah untuk bekerja demi kemaslahatan umat. Tugas parlemen, seperti jelas tercantum di konstitusi, adalah sebagai media penyeimbang. Kekuatan kritis yang mengawasi laju jalan pemerintah. Pencampuran di antara kedua senyawa tersebut, betapapun baik niatan yang disangkakan, tetap akan melahirkan ketidakseimbangan. Kebaikan, seperti esensi demokrasi, tidak dibangun di atas jalan mayoritas absolut. Kebaikan, seperti yang tertutur di setiap kitab suci, dibangun diatas jalan kebenaran dan keberpihakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keluhuran.

Kisruh Century mengajarkan kepada kita bagaimana kebaikan yang diupayakan di jalan mayoritas absolut hanya akan terberai dalam pecah keping kepentingan. Pencampuran fungsi, pengingkaran terhadap fitrah keberadaan, pada akhirnya, akan melahirkan ketidakseimbangan yang justru berbalik menghancurkan.

Bapak Presiden, cukuplah sudah. Pimpin kami dengan tegak keberanian dan kemuliaan harga diri. Bekerjalah dengan istiqomah. Tegakkan konstitusi. Tak perlu lama mencoba eksperimen mencampur senyawa-senyawa pilar penopang demokrasi. Lepaskan koalisi. Kembalikan PKS dan Golkar (hanya) sebagai penghuni parlemen. Apabila kebijakan Anda nantinya kembali digoyang, tak usah takut. Asalkan kebenaran itu ada, selama Anda tidak menyimpang, selama kesejahteraan dan kemuliaan rakyat benar-benar menjadi tujuan Anda, tak perlu koalisi untuk membela. Rakyat akan berbaris di belakang Anda --tanpa perlu 40 ribu dan sebungkus nasi padang.

Bangunlah mister Presiden. Peperangan (mungkin) telah usai. Tetapi pertempuran tetaplah masih panjang. Apa yang dilakukan dengan cinta, bagaimanapun dihalangi, selalu, akan tetap berbalas dengan cinta.

No comments: