Friday, March 19, 2010

Lalu, setelah ini apa?

Setelah satu babak hidup terlewati, acap, dalam ketermanguan sehabis perayaan, manusia tercenung dalam sebuah absurditas tanya: lalu, setelah ini apa? Setelah tujuan teraih, target tercapai, resolusi terpenuhi, cinta terengkuh, nafsu terpuaskan, bonus di kantong, lalu, setelah ini apa?

Hidup, memang, adalah rangkaian demi rangkaian keberhasilan. Seperti Chinmi yang mengembara kembali tiapkali memenangkan pertempuran, demikian lah manusia mengelana demi memuaskan hasrat demi hasrat kehidupan. Hanya, setelah sekian kemenangan, setelah puluhan selebrasi kepuasan, tiba juga saat dimana pertanyaan itu muncul juga: lalu, setelah ini apa?

Sebuah kalimat yang teramat simpel, memang, tetapi sungguh, menghabiskan beberapa cangkir kopi untuk beranjak dengan mengantongi jawabnya.

Lalu, setelah ini apa?

Perayaan demi perayaan keberhasilan ternyata tidak semakin memudahkan menjawab pertanyaan tersebut. Layaknya skenario, jawab atas kegelisahan tadi, ternyata, sangat terkait dengan sistematika kisah yang sedari awal kita mainkan. Apabila kita hanya sekadar hidup, mengelana tanpa tujuan yang terpola, maka sungguh, sukar untuk mendapat jawab atas tanya: lalu, setelah ini apa?

Hidup yang tidak runut dalam seri, akan mengalun seperti lompatan-lompatan nada tanpa birama. Not yang terpetik tidak utuh menghadirkan komposisi irama. Mereka sekadar mengada. Tidak tersusun jelas bilangan nada apa yang membunyi setelah ini nada ini. Tidak terpola tinggi rendah suara setelah suara yang tadi. Musik tanpa kontinuitas sistematika harmoni, hanya akan terdengar seperti bocah sedang berlatih piano. Asal pencet. Sekadar bunyi. Tidak akan pernah tahu: setelah ini, harus memencet tombol apa.

Lalu, setelah ini apa?

Sebuah tanya yang simpel. Intonasi nada atas tanya tersebut dapat melahirkan makna ganda: dapat saja beraroma semangat menghadapi tantangan selanjutnya, atau putus asa mencari-cari acara sesudahnya.

Bagi mereka yang telah mengetahui apa yang akan diraih dalam hidup, pertanyaan ini akan menghadirkan gelora semangat menapaki tantangan yang lebih besar. Seolah membuka dada, ia berteriak lantang: datanglah tantangan, akan aku kalahkan. Mereka yang hidup dalam resolusi runtut tertata, tanya ini menjadi mantra sakti yang menandakan kemenangan peperangan dalam sebuah pertempuran. Setelah selebrasi, setelah letupan sampanye, mereka sudah mengetahui tangga mana yang musti didaki. Lalu, setelah ini apa? Bagi manusia yang hidup dengan mengetahui tujuan hidup dan alasan keberadaannya adalah sebuah tanda selebrasi kemenangan dalam rangkaian jalan yang gilang gemilang.
Tetapi, bagi sebagian orang, mereka yang hidup asal mengasal: asal bernafas, asal mengelana, asal makan, asal tidur, asal bekerja, asal dalam segala hal, tanya sederhana ini sungguh menghadirkan nyeri dan pusing tiada terkira. Seperti petinju yang terpojok di sudut ring, seperti kesebelasan yang sedang kepayahan diserang, seperti kuda yang tertutup kacamata hitam, tanya ini hanya menghadirkan tembok nyata di depan mata mereka.

Manusia yang tidak mempunyai tujuan besar dalam hidup, akan berada di persimpangan tiap kali ia selesai melakukan selebrasi atas kesuksesan kecil yang diperoleh. Bukannya bersiap menapaki tangga demi menggapai kemuliaan lebih tinggi, ia sibuk mencari arah yang musti dituju untuk terus melangkah setelah selebrasi usai. Tiap hari yang berulang, bagi manusia jenis ini, hanyalah pagi yang sekadar mengada, hanya ritual tidak lebih dari sebuah repetisi.

Lalu, setelah ini apa?

Anda ingin tahu di kategori manusia mana Anda ditempatkan? Bangunlah di pagi hari. Rasakan damai dan kesejukannya. Hayati apa yang Anda rasakan. Apakah pagi yang sedang Anda hirup keindahannya tersebut hanyalah rangkaian berulang dari pagi-pagi sebelumnya? Apabila Anda menjawab ia, sungguh, Anda layak masuk dalam kategori manusia usang. Manusia yang selalu tergagap tiap kali berhadapan dengan tanya: lalu, setelah ini apa?

Apabila di pagi hari, di antara keheningan yang sublim membius, terduduk usai melipat sajadah, membuka jendela menatap keremangan yang berangsur menjadi jelas, Anda menatap pagi dengan perasaan cinta yang selalu terbarui, menyadari pagi itu adalah hari baru, hari baru di antara hari-hari masa bakti hidup Anda, maka sungguh, Anda adalah termasuk orang-orang yang terbekati. Mereka yang menyambut hari dengan sekantung surprise, tidak pernah menganggap pagi hanyalah sekadar waktu yang mengada: sebuah pendulum yang berulang yang selalu datang sehabis ia terlempar menjadi malam.

Lalu, setelah ini apa?

Kant, sekian abad lalu, telah membantu kita dengan ucapannya: Penciptaan tak pernah usai. Pagi bukanlah serangkaian repetisi.

Lalu, setelah ini apa?


Gambar diambil dari sini

No comments: