Thursday, April 29, 2010

Membekap Benih Terang

Ada banyak alasan untuk mengakhiri hidup. Seperti halnya, belimpah juga alasan untuk tetap mengakrabi hidup. Atas nama mimpi yang masih menggantung untuk dipenuhi. Demi sebuah cinta yang menerbitkan selaksa nyawa di hati. Atau mungkin, atas nama sebentuk kewajiban yang selalu mengetuk untuk dipenuhi.

Alasan boleh berbeda, tetapi ketika sudah merasuk sebagai pilihan, tak ada yang lebih layak diikuti selain tetap khidmat menyusuri petak jalan tadi.

Ia adalah adik kecilku. Andai lentera, nyalanya mungkin hanya menerbitkan kerlip. Tapi, sungguh, kerlip itu menjelma bara di tiap-tiap petak jiwaku. Ia adalah sumur yang tak pernah lekang meneteskan butiran embun. Meski dalam kemarau yang memanjang tanpa jeda. Meski dalam panas yang memanggang tanpa halangan larit baja.

Ia juga kerap mewujud lambai. Menjelma pintu yang menuntutku untuk menyusuri tapak-tapak jalan pulang. Dalam keruh pikir yang tersesat, ia selalu hadir menjelma peta. Saat hati merepih, meringkuk dalam nelangsa penuh tumpukan hina, hanya dengan mendengarnya, langit seakan membuka menuangkan curah wangi hujan tiada berkesudahan. Ia adalah malaikat,meski tanpa tumbuh sayap. Ia adalah pelita, meski tiada minyak yang menjaganya.

Bagiku, ia mewujud dalam segala bentuk rerupa.

Sesuatu yang lahir dari cinta, betapapun diingkari, akan selalu berbalas dengan cinta. Demikian juga dengan nyala kecil yang ia berikan kepadaku. Meski repih ragaku, meski harus tergadai jiwaku, akan aku rajamkan diri tuk selalu menjaga senyumnya.

Bertahun sudah, nyala kecil itu aku dekap dalam tangan, jiwa, mata, dan seluruh nadi darahku. Tak sekalipun aku biarkan angin menggoyah ketenangannya. Meski kerap berbalut resah dan tanya, aku telah mengikrarkan diri untuk menjadi karpet yang menemani tiap-tiap pijakan langkahnya.

Kini, nyala itu telah membulat terang. Belum melingkar sepenuhnya, memang. Tetapi, nyalanya telah cukup menerbitkan hangat merupa panas. Satu tahap lagi, terang itu akan membulat sempurna. Tentu saja, apabila aku tetap kukuh menjaga dan membekapnya.

Teruslah menyala, adik. Menjadi benderanglah. Karena kita, lelaki, kelak pasti akan sendiri.

No comments: