Monday, May 3, 2010

Redup Waktu

1
Saat pekat beranjak menjemput gelap, ia tersadarkan juga. Ternyata, dirinya tidaklah terlalu membutuhkan logika brilian itu. Tak perlu jua, ternyata, segala atribut penuh sepuhan membanggakan.

2
Perlu berderas-deras putaran waktu, untuk meneteskan sadar dalam jiwanya yang lelah tertidur. Hati yang mengetuk, sungguh, tiada memerlukan balasan hiruk pikuk. Dalam balut semesta alam, sebuah ketukan hanya memerlukan sederhana wujud balasan. Rasa yang menderu, tiada perlu segala logika berpangkal penyangkalan. Jiwa yang berlari telanjang, hanya membutuhkan sebuah kain yang bersiap menerima. Menyelimutinya. Membentangkan tangan menawarkan sebuah penerimaan.

3
Hati yang mengetuk, betapapun pada awalnya memutar bersetia mencari jawab, pada ujung waktu, tetap jua merindui sebuah jawab teduh mempersilahkan.

4
Dirinya yang pada awalnya menyangkakan diri memiliki tegar stamina jiwa itu, ternyata, luruh juga ketika senja telah mengetuk ujung waktu. Hingga, mengambang jua apa yang sedari pagi melamat dalam dasar jiwa. Beri jawab sekarang. Atau langit akan menutup tirai.

5
Bila senja telah merupa malam, andai tak jua mewujud jawab, langit akan melakonkan sebuah pentas baru. Dengan dia, tak lagi ada dalam skenario itu. Tak peduli bersiap atau tidak.

No comments: