Wednesday, June 30, 2010

...demi Undakan Kehidupanmu

Aku tak ingin melihatmu mencintaiku.
Maka, biar aku buat hatimu merimbun oleh benci.
Biar kusemai belukar angkara membelit mengakar di jantungmu.
Biar juga kutabur racun hingga bening jiwa yang mengaca di matamu, menjadi buram, keruh oleh gemeretak jengah mengembun menjadi tirai dendam.

Biarkan
Aku membuatmu
Membenciku

Akan juga aku panggul gada untuk menghancurkan istana pemujaan yang pernah engaku bangun untukku. Biar kucuri panah sakti Krisna untuk kuayunkan menghujam menanggalkan matahari pesona hingga tiada lagi kau dapati rembesan hangat sinar kasihku. Tak cukup itu, akan kugambar juga langitmu menghitam penuh dengan pekat arang murka.

Meski hanya setitik bibit, tak akan aku biarkan bayang baikku menggantungi hati dan ingatanmu.

Aku tidak hanya akan menghilang. Lebih dari itu, aku akan menabur dendam. Bukan di ladangku. Tetapi di jiwamu. Bukan juga kepadamu. Tetapi, kepadaku.

Apapun akan kulakukan untuk merobohkan pohon cintamu kepadaku. Tak mengapa bila aku harus meruntuhkan rapi gigi ini. Lalu menggantinya dengan cula badak atau taring serigala. Tak mengapa juga bila aku harus melarung semua yang pernah ada pada diri tubuhku. Bibirku pun tak akan lagi meletup manis seperti dahulu. Bergumpal butir garam telah aku oleskan melumuri permukaannya. Biarlah aku tanggung aroma asin itu. Asal saja tak lagi tercium aroma madu dari letup ucap ataupun tawaku.

Apapun akan kulakukan. Demi hadirnya dendammu kepadaku.
Aku tak akan merontak menanggungkan pekat anyir comberan. Meski harus membumbung mengetuki pintu-pintu awan, akan kulakukan, asal dari sana dapat turun butiran hujan yang akan membasuh habis asmaramu kepadaku.

Seperti apa yang aku ucap kepadamu, telah tiba saat bagiku untuk menjadi batu. Tidak hanya guyur semen yang menggumpali ragaku, bahkan, hatiku pun telah aku tabur segentong air raksa. Ia tak hanya sekadar membantu, tapi juga membujur menguap rasa. Tak perlu juga aku bercerita derita yang aku rasa kala air keras itu meremasi tiap-tiap pori hatiku. Tak mengapalah aku meregang, terajam oleh siksa.

Selama apapun itu mampu menghadirkan kebencianmu kepadaku, tak akan aku berpikir lama untuk melakukannya.

Aku tidak melarangmu untuk mencintaiku, hanya, aku lebih suka bila kamu justru membenciku. Dan meski kutahu, wujudmu adalah rupa malaikat yang menyamar, aku akan bersetia memuja siang menjadi malam, melarung malam merupa bening siang, demi mampu menumbuhkan titik benci di hatimu.

Hadirkanlah benci di cakrawalamu. Karena sejatinya, dari sanalah, akan terjulur undak-undak tangga penerus kehidupanmu.

No comments: